Kawasan Industri Aceh Ladong, di Aceh Besar, yang diresmikan 31 Agustus 2019, kini justru menjadi tempat sapi berkeliaran dan menebarkan kotorannya.
Banda Aceh — Dunia investasi Aceh sepertinya kembali memasuki masa suram akibat ketidaksiapan pemerintah daerah setempat dalam memberikan kemudahan bagi investor yang masuk untuk menanamkan modalnya.
Sungguh miris ketika Pemerintah Aceh selama ini terus sibuk mempromosikan berbagai potensi investasi hingga ke luar negeri dengan mengeluarkan anggaran tidak sedikit dalam menarik investasi luar, kini yang terjadi di dalam daerah justru di luar dugaan.
Ketika ada investor yang nyata-nyata sudah masuk menanamkan modalnya hingga puluhan miliar di Aceh, tapi beberapa bulan kemudian justru investor tersebut angkat kaki dan menarik seluruh investasinya karena kecewa berat kepada Pemerintah Aceh yang dinilai tidak memiliki komitmen dan iktikad baik dalam membantu kemudahan bagi investor yang telah ada.
Pengalaman pahit inilah yang justru dialami oleh PT Trans Continent, investor pertama yang melakukan ground breaking (peletakan batu pertama) di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, Kabupaten Aceh Besar, pada 31 Agustus 2019.
Adalah Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang meresmikan groundbreaking di KIA Ladong sekitar delapan bulan lalu tersebut. Saat itu, dengan penuh percaya diri Nova menyampaikan komitmennya untuk mendukung penuh segala kebutuhan dan kelancaran investasi di Ladong yang telah dijadikan sebagai kawasan industri tersebut.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, hingga delapan bulan tidak ada kemajuan sama sekali dukungan dari Pemerintah Aceh untuk investasi di KIA Ladong.
Terhadap kondisi tersebut, rupanya membuat PT. Trans Continent –perusahaan multimoda transport kaliber internasional yang bergerak di bidang pengiriman barang, pergudangan perdagangan,
manajemen pelabuhan dan logistik itu, dalam posisi sulit dan tidak bisa bekerja guna memenuhi investasi di KIA Ladong.
Modal yang telah dikeluarkan oleh perusahaan milik putra Aceh, Ismail Rasyid tersebut, termasuk untuk pengadaan alat berat yang dibeli baru untuk menunjang rencana bisnis investasi di KIA Ladong, seolah terbuang percuma.
Lama menunggu tanpa ada kepastian dan kebijakan dukungan investasi dari Pemerintah Aceh melalui PT. Pembangunan Aceh (PEMA), akhirnya membuat CEO PT Trans Continent, Ismail Rasyid habis kesabarannya.
Pada Jumat (15/5), perusahaan tersebut menarik seluruh alat kerja yang sudah enam bulan ditempatkan di KIA Ladong tersebut.
Ismail mengaku PT. Trans Continent saat ini sudah keluar dari KIA Ladong, guna menghindari kerugian yang timbul lebih banyak lagi. Selama ini, perusahaannya juga harus merugi sampai Rp600 juta perbulan.
Sejak beberapa bulan lalu alat-alat kerja yang ia investasikan ke sana belum bisa bekerja. Namun pihaknya harus tetap membayar cicilan plus overhead untuk operasional untuk Trans Continent Cabang Aceh sebesar Rp 600 juta rupiah tiap bulan. Ditambah depresiasi dan kerusakan alamiah yang terjadi karena faktor lingkungan.
“Pemerintah Aceh melalui PT PEMA tidak memiliki komitmen yang jelas. Mereka tidak bergerak sama sekali. Dari pada timbul kerugian yang lebih besar lagi, saya memutuskan mundur dari KIA Ladong. Sejak kami datang ke sana (KIA Ladong), kami tidak bisa bekerja dan berinvestasi,” ujar Ismail Rasyid, Sabtu (16/5).
Menurut Ismail Rasyid yang merupakan CEO PT Trans Continent,
KIA Ladong, sama sekali tidak layak disebut kawasan industri.
Pemerintah Aceh hanya membangun pagar depan dan gerbang. Sementara pagar belakang dan samping, justru tidak dibangun sama sekali sehingga menjadi tempat berkeliaran sapi milik masyarakat sekitar.
Selain pagar yang tidak dibangun mengelilingi KIA, sistem drainase juga sangat buruk. Air bersih tidak tersedia serta listrik juga belum mencukupi.
Penerangan di sana tidak tersedia lazimnya kawasan industri yang digarap serius. Investor dalam hal ini Trans Continent, seperti memasuki kawasan bebas yang tidak dikelola oleh manusia yang berpemerintahan.
“KIA Ladong itu kawasan pengembalaan lembu masyarakat. Tidak ada pagar. Kan sangat luar biasa, kawasan yang diklaim sebagai Kawasan Industri Aceh yang digadang-gadang dengan cita-cita besar, hingga saat ini masih bertahi lembu,” ungkap Ismail dengan nada tinggi.
Berbagai keluhan tersebut juga sudah disampaikan kepada Pemerintah Aceh melalui PT. PEMA
Namun, hingga kini belum ada respon yang baik.
Dengan kondisi berbagai fasilitas yang sangat minim tersebut, KIA yang belum memiliki kemajuan aapapun untuk investasi sejak Trans Continent melakukan ground Breaking pada Agustus 2019.
Kawasan yang sempat digembar-gemborkan sebagai lokasi industri industri dan investasi Aceh yang nyata, pada kenyataannya kini lebih sebagai kawasan tempat sapi berkeliaran dan menebarkan kotorannya. (IA)



