Zulfikar Muhammad (kanan), kuasa hukum Zulkarnaini, pelapor 92 akun Facebook yang menyebarkan fitnah ‘Plt Gubernur Aceh Antek PKI’, menunjukkan bukti ujaran kebencian, saat konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (10/6).
Banda Aceh — Zulkarnaini, Pelapor akun Facebook David Toreto yang menyebarkan informasi bohong dan fitnah kepada Plt Gubernur Nova Iriansyah, meminta mereka yang membagikan informasi itu bisa segera mencabutnya.
Ia bersama kuasa hukumnya Zulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM Aceh, mendeteksi sedikitnya 92 akun yang kemudian membagikan fitnah yang berisi ‘Plt Gubernur Aceh Antek PKI’ tersebut.
“Ada empat pengguna akun Facebook yang telah menghubungi saya dan meminta maaf secara langsung. Mereka meminta maaf dengan serius dan menghapus semua komentar terkait fitnah itu,” ujar Zulkarnaini dalam konferensi pers, Rabu (10/6) di Banda Aceh, terkait kelanjutan kasus yang telah dilaporkan ke Polda Aceh tersebut
Zulkarnaini mengatakan empat akun Facebook yang telah mencabut informasi bohong itu dikelola dari dua tempat berbeda. Dua akun dari Malaysia dan dua dari Aceh. Semua pemilik akun berasal dari Aceh.
“Saya apresiasi empat akun Facebook yang telah melakukan permintaan maaf. (Bagi yang lain) alangkah lebih baik segera hapus postingan yang sudah terlanjur dishare. Ini tidak baik untuk Aceh dan masyarakat Aceh,” kata Zulkarnaini yang akrab disapa Syeh Joel
Zulkarnaini mengatakan sejak laporan yang ia layangkan ke Mapolda Aceh per 5 Juni lalu, ia menerima berbagai macam teror dan ancaman. Mulai dari diancam akan dibunuh, rumah bakal dibakar hingga pengiriman foto selongsong peluru. Namun demikian, ia yakin penegak hukum akan bekerja maksimal.
“Apapun ancaman (yang saya terima), kebenaran harus ditegakkan,” tegasnya.
Zulkarnain mengatakan, selaku warga Aceh ia tak bisa menerima fitnah yang didengungkan di dunia maya tersebut. Di samping mencoreng Aceh dan warga Aceh, perilaku pelaku juga bertolak belakang dengan penerapan syariat Islam di Aceh. Karena itu, ia berharap penegak hukum menindaklanjuti laporannya sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku.
Sementara kuasa hukum pelapor, Zulfikar Muhammad, mengatakan akun Facebook David Toreto telah melakukan upaya penyebaran fitnah yang cukup massif. Dimana, ia membagikan fitnah berupa editan foto Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dengan cara menempelkan lambang PKI di gambar tersebut.
“Menjadi atensi kita karena akun tersebut membagikannya di grup Facebook Suara Rakyat Aceh Untuk Pemerintah. Kami menganggap David Toreto telah menyerang harkat martabat orang Aceh,” kata Zulfikar.
Ia mempersilahkan seluruh masyarakat Aceh untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah bahkan melalui aksi demonstrasi sekalipun. Namun demikian, mendesain brosur dengan tempelan gambar terlarang jelas sebuah kesalahan dan menyalahi hukum Indonesia.
“Hal seperti ini tidak boleh terjadi di negara hukum. Kalau marah, benci, jangan wujudkan seperti ini. Menampilkan lambang terlarang itu menjadi kampanye dan memecah-belah bangsa,” sebut Zulfikar.
Bagi warga Aceh dan Indonesia pada umumnya, kata Zulfikar, menyebut orang PKI bisa memicu perpecahan horizontal. Gambar tersebut dinilai sangat sensitif, sehingga menyebabkan perpecahan.
Karenanya, apa yang dilakukan pemilik akun David Toreto dinilai sangat melampaui batas. “Yang dilakukan David ini bukan kritik. Ini perpecahan akan lebih mudah terjadi,” jelasnya.
Zulfikar berharap Kapolda Aceh bisa melakukan langkah taktis dan strategis, agar pelaku bisa segera ditemukan dan upaya penyebaran fitnah tersebut bisa segera dihentikan.
Sebelumnya, Zulkarnaini bersama Koalisi NGO HAM melaporkan akun medsos bernama Davit Toreto ke Polda Aceh, terkait penghinaan dan merendahkan martabat Wakil Presiden dan Plt Gubernur Aceh.
Akun itu dinilai telah menyerang nama baik Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah sebagai pemimpin yang sah.
Brosur Facebook yang diposting oleh Davit Toreto menggambarkan Plt Gubernur Aceh menggunakan pakaian dinas kemudian ditempel logo PKI dan palu arit.
Dibawah foto menuliskan kalimat ‘Antek – antek PKI yang ada di Aceh’, postingan tersebut, dinilai menunjukan penghinaan terhadap pejabat negara. (IA)



