Acara Forum Aspirasi dengan tema “Aceh Damai, Bangkit dan Maju” di Gedung Balai Teuku Umar Makodam IM, Banda Aceh, Jumat (14/8)
Banda Aceh — Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Hassanudin menyampaikan, Aceh pernah mengalami suatu masa dalam konflik yang mengakibatkan penderitaan luar biasa bagi masyarakat Aceh.
Masa konflik tersebut telah berakhir sejak 15 tahun yang lalu. Kini perdamaian Aceh telah terwujud meskipun ditebus dengan hilangnya ribuan nyawa putera puteri terbaik kita serta korban jiwa masyarakat sipil yang berada di tengah-tengah konflik.
Selain itu ratusan ribu jiwa akibat bencana gempa bumi dan tsunami serta harta benda yang tidak terhitung jumlahnya.
“Dengan demikian, perdamaian Aceh ini adalah sangat mahal,” pada acara Forum Aspirasi dengan tema “Aceh Damai, Bangkit dan Maju” di Gedung Balai Teuku Umar Makodam IM, Banda Aceh, Jum’at (14/8).
Acara tersebut digelar Kodam Iskandar Muda (IM) dalam rangka memperingati 15 tahun perjanjian damai Memorandum Of Understanding (MoU) di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
Turut hadir Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada, Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah diwakili Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Kamaruddin Andalah, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Muzakir Manaf (Mualem), para Bupati/Walikota se-Aceh.
Sementara yang menjadi Keynote Speaker (pembicara utama) mantan Wakil Presiden RI serta tokoh perdamaian Aceh, HM Jusuf Kalla, secara virtual di Jakarta.

Pangdam mengunygkspksn, dalam sejarah masyarakat Aceh telah menerima berbagai macam ujian selama ratusan tahun, antara lain, Aceh pernah mengalami sejarah keemasan kesultanan Aceh di masa Kesultanan Iskandar Muda, pada awal abad ke-17 dan sebagai pusat perdagangan dan studi Islam serta selanjutnya mendapatkan julukan “Serambi Mekkah”.
Pangdam mengatakan, pada masa perlawanan penjajahan Portugis dan Belanda, masyarakat Aceh membuktikan diri semangat patriotisme, tidak mudah menyerah dalam “memperjuangkan hak dan martabat”, sehingga wilayah Aceh dikenal sangat sulit ditundukkan oleh Portugis dan Belanda.
Pada masa perjuangan bersenjata meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, Aceh telah sangat besar pengorbanan dan andilnya. Rakyat Aceh bersatu mendukung pemerintah Republik Indonesia dan menyumbangkan kekayaannya untuk kemerdekaan Indonesia.
Pada masa lalu, telah terjadi kesalahpahaman kebijakan pada aspek sosial dan ekonomi, yang menyebabkan terjadinya sejarah kelam di wilayah Aceh. Sejak masa reformasi, Pemerintah RI telah berusaha beberapa kali membangun dialog dan perundingan, namun belum mencapai kesepakatan yang permanen.
“Ujian terakhir menuju perdamaian Aceh adalah bencana nasional skala besar berupa gempa bumi dan Tsunami tahun 2004 yang selanjutnya menyadarkan kita, untuk menyatukan doa dan ikhtiar semua anak bangsa, untuk menyelesaikan ujian bangsa tersebut yang akhirnya melahirkan perundingan damai melalui kesepakatan MoU Helsinki tahun 2005,” kata Pangdam.
Tugas selanjutnya adalah bangkit, yakni bangun dari kondisi keterpurukan akibat konflik berkepanjangan dan bencana alam gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh. Bangkit memerlukan komitmen yang kuat atas suatu proses yang sulit, panjang dan memerlukan suatu strategi bersama, saling percaya, saling bekerja-sama, saling bersatu dan bergotong-royong.
Bagi kita semua yang memiliki niat dan tekad yang kuat ini, maka kebangkitan yang akan kita lakukan tentu semata-mata bagi Aceh dan NKRI tercinta.
“Di sini kami juga ingin menyampaikan posisi Kodam Iskandar Muda sangat jelas, berkaitan dengan aspek kedaulatan, maka semuanya dikembalikan kepada politik kebangsaan yaitu negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun untuk perdamaian dan kebangkitan Aceh dari keterpurukan akibat konflik, maka Kodam Iskandar Muda juga siap menjadi penjuru terdepan dalam menjaga, memelihara serta memberdayakannya,” sambung Pangdam
Kemudian, fokuskan energi Aceh pada pada isu pembangunan ekonominya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Aceh.
“Tugas Kodam Iskandar Muda seberat apapun akan terasa ringan manakala mendapatkan dukungan dari masyarakat Aceh. Sebaliknya tugas seringan apapun, akan berat bagi Kodam Iskandar Muda bila tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat Aceh. Keberadaan Kodam Iskandar Muda harus bisa dirasakan oleh masyarakat Aceh untuk mewujudkan ‘Aceh Damai, Bangkit dan Maju’, pungkss Pangdam IM.
Wali Nanggroe mengucapkan terima kasih kepada Pangdam IM yang telah menginisiasi pertemuan ini. “Alhamdulillah, terima kasih kami sampaikan kepada Pangdam IM yang telah menginisiasi pertemuan ini, akan sangat bermanfaat untuk kita saling mengenal lebih dekat dalam menjalin tali silaturrahmi serta untuk saling memahami apa saja kendala dan hambatan yang ada dalam merajut perdamaian Aceh yang telah ditandatangani pada 15 Agustus 2005 lalu antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki Finlandia,” ungkap Wali Nanggroe Aceh.
“Saya bersama semua yang hadir disini telah berupaya menjaga perdamaian Aceh ini sampai berlangsung selama 15 tahun sudah, dimana dalam masa itu banyak sekali tantangan yang kami hadapi, baik tantangan internal maupun eksternal. Namun komitmen kami untuk berdamai dan dengan memegang teguh pada komitmen MoU Helsinki bahwa Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Wali Nanggroe Aceh. (IA)



