Banda Aceh – Hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang kurang harmonis dalam beberapa bulan terakhir, mulai memburuk dalam dua hari ini.
Pada Selasa (1/9), kondisi tersebut semakin memanas, dimana kekecewaan para anggota DPRA memuncak, karena dewan merasa mereka tidak dihargai dan terkesan dilecehkan oleh Plt. Gubernur.
Pasalnya, menurut para anggota dewan, Nova Iriansyah selama ini sudah sering kali tidak menghadiri rapat paripurna di gedung DPRA, dan selalu mengirimkan wakil baik Sekda maupun para asisten.
Seperti halnya pada Senin (31/8). Rapat paripurna beragenda penyampaian dan pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Aceh, tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2019.
Namun, Nova Iriansyah tidak hadir, dan diwakilkan oleh Sekda Aceh, dr. Taqwallah. Akibatnya, hujan interupsi dari para anggota dewan tidak terbendung, beberapa saat setelah rapat itu dibuka oleh Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin.
Dewan yang kecewa mempersoalkan ketidakhadiran Nova. Karena, Raqan itu harus disampaikan langsung oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.
Secara undang-undang diatur, bahwa penyampaian Raqan Pertanggungjawaban disampaikan oleh Gubernur.
Anggota DPRA menilai, sikap Plt Gubernur tersebut sudah tidak menghargai lembaga dewan.
Bahkan, Ketua Komisi V DPRA, M. Rizal Falevi Kirani menilai sikap Nova tidak mempunyai etika sebagai seorang pemimpin dan itu melanggar ketentuan yang ada.
Para anggota dewan meminta Ketua DPRA, menunda rapat paripurna sampai hadirnya Plt Gubernur Aceh ke DPRA.
Lalu Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin mengambil keputusan untuk menunda rapat paripurna tersebut, yang dilanjutkan pada Selasa (1/9).
Persidangan dimulai sejak pukul 10.00 WIB. Para peserta sidang tetap berharap kedatangan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk menyampaikan langsung pertanggungjawaban tersebut.
Namun, pada hari pertama di awal bulan September tersebut, lagi-lagi Nova tidak datang ke gedung DPRA untuk mengikuti rapat paripurna untuk penyampaian laporan pertanggungjawaban jawaban.
Sehingga, sejak dibuka kembali sidang yang diskor, Senin (31/8), interupsi anggota dewan masih terus mewarnai jalannya sidang hingga istirahat siang.
Lalu DPRA menutup rapat paripurna lanjutan terkait penyampaian dan pembahasan Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA Tahun 2019, karena tidak dihadiri Plt Gubernur, Selasa (1/9).
Rapat paripurna ditutup tanpa ada pembahasan, dengan ketukan palu tiga kali sekitar pukul 14.30 WIB oleh pimpinan DPRA yakni, Ketua Dahlan Jamaluddin dan Wakil Ketua Safaruddin.
Karena merasa dilecehkan oleh ketidakhadiran Nova tersebut, sejumlah anggota DPRA menggalang penggunaan hak interpelasi terhadap Plt Gubernur Aceh.
“Ini bentuk pelecehan terhadap lembaga dewan. DPRA harus sudah bersikap. Mengambil sikap sendiri yang diatur dalam PP 21 dan Tatib DPRA dimana DPRA memilik kewenangan untuk menyampaikam hak interpelasi,” ungkap Anggota DPRA dari Fraksi PA, Iskandar Usman Al Farlaky dalam interupsinya.
Usulan mengajukan penggunaan hak interpelasi tersebut, kemudian didukung beberapa anggota dewan lainnya.
Iskandar menegaskan, dirinya bersama dewan lain sudah menyiapkan dokumen hak interpelasi dan mengajak anggota DPRA dari fraksi lainnya untuk menandatangi dokumen tersebut. Tindakan itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota dewan kepada rakyat Aceh.
Bagi teman-teman DPRA yang sepakat menandatangi hak interpelasi, sudah disiapkan dokumennya untuk ditandatangani, yang selanjutnya akan duserahkan ke pimpinan DPRA untuk dibawa dalam Banmus dan sidang paripurna.
“Proses penggunaan usul hak interpelasi saat ini sedang berlangsung. Dukungan terus berdatangan dari anggota DPRA lintas fraksi,” terang Iskandar, Selasa malam.
Ditanyakan berapa persentase dukungan hak interpelasi yang sudah berhasil digalang, politisI Partai Aceh ini menyebutkan, sudah mencapai 50 persen dari jumlah anggota DPRA. (IA)



