Singkil — Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI menggelar pertemuan dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kemenag Kabupaten Aceh Singkil terkait penyelesaian konflik rumah ibadah di Aceh Singkil, Jum’at 2 Oktober 2020.
Selain itu, juga membahas persoalan pembangunan rumah pendeta di Aceh Singkil.
Pertemuan tersebut berlangsung di aula Kemenag Aceh Singkil.
Dalam acara tersebut turut hadir Kepala PKUB Dr H. Nifasri M.Pd, Kasubbid PKUB Pusat, Kasubbag TU PKUB Pusat, Bidang Kelembagaan PKUB Pusat, Ketua FKUB Provinsi Aceh, Nasir Zalba, Ortala Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, Kakankemenag Aceh Singkil H. Saifuddin, SE dan Pengurus FKUB Aceh Singkil
Kakankemenag Aceh Singkil, H. Saifuddin, menyampaikan, diskusi penyelesaian rumah ibadah di Aceh Singkil sudah beberapa kali dilakukan namun belum mendapatkan solusi yang signifikan.
“Kita sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan bupati Aceh Singkil terkait permasalahan rumah ibadah Aceh Singkil namun belum menemukan solusi yang pasti, dan sekarang masih berlangsung,” terangnya.
Saifuddin juga menyampaikan permasalahan tersebut terjadi karena kurangnya komunikasi.
“Singkil sejauh ini aman tidak ada konflik apapun terkait umat beragama, media mungkin terlalu membesarkan dan kurangnya komunikasi,” jelasnya.
Saifuddin mengatakan, kerukunan umat beragama di Aceh Singkil berjalan dengan baik. Menurut Saifuddin, jika ada persoalan maka itu hanyalah riak-riak kecil.
Kepala PKUB Nifasri menyampaikan, di Indonesia secara umum tidak ada gejolak antar umat beragama, hanya saja isu mengenai gesekan muncul secara berlebihan di media sosial.
“Kadang kadang isu konflik antar umat beragama yang muncul di media sosial terlalu berlebihan, secara umum di Indonesia tidak ada gejolak antar umat beragama, kalaupun ada hanya gejolak biasa dan bisa diselesaikan dengan bermusyawarah,” tegas Kepala PKUB
Sebagai informasi, beberapa waktu yang lalu, sempat muncul permasalahan terkait pendirian rumah pendeta di Danau Paris, Aceh Singkil.
Dalam kunjungan kerjanya ke daerah berjuluk Sekata Sepakat itu, Kepala PKUB mengatakan, pihaknya akan terus mengawal permasalahan di Aceh Singkil hingga tuntas.
Ia menekankan, FKUB harus menjadi wadah penyelesaian persoalan di Aceh Singkil dan pemerintah daerah menjadi fasilitator.
“FKUB harus duduk bersama dengan pemerintah daerah, tokoh agama dan Kemenag,” kata Nifasri.
Ia mengingatkan, persoalan ini harus segera diselesaikan, sehingga tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Jangan sampai ini menjadi isu yang dimunculkan jelang Pilkada. Selesaikan dengan kearifan lokal yaitu dengan musyawarah,” ujar Nifasri.
Bukan hanya FKUB, Kepala PKUB juga menyempatkan diri untuk bertemu Bupati Aceh Singkil Dulmusrid dan tokoh-tokoh agama di Aceh Singkil.
Ia mengatakan, persoalan ini akan selesai jika semua pihak terutama tokoh agama dan tokoh masyarakat mau bermusyawarah.
“Yang mampu menyelesaikan ini adalah tokoh agama, FKUB, dan tokoh masyarakat. Tentunya dengan jalan musyawarah,” katanya.
Kepala PKUB Kemenag RI Dr H Nifasri MPd juga bertemu tokoh agama dan Ormas di Pondok Pesantren Babussalam, Korong Baru, Simpang Kanan, Aceh Singkil, Jumat, 2 Oktober 2020.
Dalam kunjungan ke pesantren tersebut, Nifasri membahas tentang isu aktual persoalan kerukunan beragama di Aceh Singkil.
Nifasri menyampaikan, persoalan keagamaan terkadang terlalu dibesar-besarkan di media sosial, namun saat diklarifikasi persoalan tersebut tidak seperti informasi yang beredar.
Nisfari mengatakan, tokoh agama memiliki peran besar dalam menjaga kerukunan umat beragama serta menyelesaikan setiap persoalan keagamaan yang timbul di masyarakat.
“Yang mampu menyelesaikan permasalahan ini adalah tokoh agama, tokoh masyarakat FKUB. Tentu dengan jalur musyawarah,” sebutnya.
Ia mengatakan, penyelesaian persoalan keagamaan harus mengedepankan kearifan lokal yakni musyawarah.
“Jalur penyelesaiannya lewat musyawarah, kita ikuti aturan yang berlaku, baik aturan yang ada dalam kitab suci, maupun aturan perundang-undangan,” kata Nifasri.
Nifasri mengatakan, musyawarah merupakan kearifan lokal yang harus dikedepankan dalam menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat.
Ia mengatakan, persoalan di tengah masyarakat harus mampu diselesaikan dengan perundingan antar tokoh masyarakat, tokoh agama dan FKUB.
“Kita ikuti saja aturan yang sudah ada dalam kitab suci maupun perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Nifasri.
Jika muncul riak-riak, kata Nifasri, tokoh masyarakat maupun tokoh agama harus berperan aktif memberikan solusi agar persoalan tidak meluas.
“Tokoh agama kalau ada isu mengarah ke konflik harus meminta umat agar tidak muncul konflik. Ikuti saja aturan yang sudah ada di dalam kitab suci maupun UU,” pintanya.
Selain itu, ia menekankan, FKUB harus menjadi wadah penyelesaian isu keagamaan dan pemerintah daerah menjadi fasilitatornya.
“FKUB harus lebih berperan supaya bisa menyelesaikan konflik internal atau antar agama,” katanya.
Untuk mencegah munculnya riak-riak dan gesekan di masyarakat, kata Nifasri, masyarakat harus mengedepankan moderasi beragama serta menghormati penganut agama lainnya.
“Moderasi beragama artinya cara pandang kita dalam beragama secara moderat, tidak ekstrim, tidak ekstrim kanan atau ekstrim kiri,” katanya.
Sementara Pimpinan Ponpes Babussalam, Abi Hasan menyampaikan, kerukunan umat beragama terjalin dengan baik di Aceh Singkil.
“Di sini kerukunannya berjalan dengan baik. Namun terkadang ada miskomunikasi,” katanya. (IA)



