BANDA ACEH — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nanggroe Aceh (PNA) kubu Irwandi Yusuf dituding telah mengkriminalisasi kadernya sendiri terkait pelaporan pembubaran kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) partai lokal itu di Hotel Rasamala Banda Aceh beberapa hari lalu, ke Polda Aceh.
Hal itu disampaikan Ketua I DPP PNA Tarmizi MSi, Selasa (8/2) terkait laporan polisi terkait pembubaran Bimtek yang semakin menambah carut-marutnya PNA.
“Carut-marutnya PNA terus saja dipertontonkan ke publik dengan berbagai sikap arogansi yang ditunjukkannya kepada kader yang telah berjasa terhadap partai ini,” ujar Tarmizi.
Menurutnya, beberapa tindakan dalam mengambil kebijakan selalu mengesampingkan jasa dan pengorbanan para kader, seolah-olah memiliki hak prerogatif sebagai pimpinan dengan mengangkangi konstitusi partai yang telah diatur.
Tindakan-tindakan yang dilakukannya dapat menciptakan para kader untuk bertindak nekat yang disebakan oleh sikap arogansi dalam mengambil kebijakan.
Sebagai contoh dapat dilihat dalam reshuffle dan pemecatan para pengurus yang dilakukan akhir-akhir ini, yang ditujukan kepada kader yang telah berjasa dan berkorban banyak untuk partai ini.
“Mulai dari ketika memperjuangkan Irwandi Yusuf menjadi Gubernur Aceh. Walaupun tidak mendapatkan imbalan atas pengorbanan dan konstribusi itu, paling tidak dihargailah.”
“Jangan mempersempit makna taat dan kesetiaan, karena PNA itu milik kita semua dan selamanya, maka kesetiaan dan ketaatan kader-kader bukanlah pada orang, tetapi pada kesepakatan-kesepakatan yang telah menjadi konstitusi partai dan selanjutnya menjadi pedoman dasar dalam sikap dan prilaku kader.”
Hari ini, seakan-akan yang disebut kader itu adalah anggota dan pengurus bawah. Sementara pimpinan-pimpinan itu adalah pemilik kader yang tidak terikat dengan kewajiban menjaga nama baik organisasi.
“Itu pikiran sesat yang tidak secara sadar menjadi perspektif sebagian orang di PNA,” terangnya.
‘Melaporkan Usman Jalil alias Asep itu kriminalisasi kader
Terkait dengan penghentian pertemuan Bimtek anggota dewan PNA yang dilakukan beberapa hari lalu, sebenarnya ada tiga komponen yang datang menghentikan pertemuan yang bimtek itu.
Yang pertama kawan-kawan yang masih di pengurus dan masih sah di dalam Surat Keputusan tetapi tidak mendapatkan undangan ataupun tidak diberitahukan
Kedua, ketua dan anggota Satgas DPP PNA yang seharusnya bertanggungjawab terhadap keamanan seluruh kegiatan DPP tidak diundang juga dan ketiga Tim Pemenangan Anggota DPRA PNA yang merupakan para kader PNA, datang karena ada berkembangnya isu PAW terhadap Anggota Dewan yang didukungnya.
Ketiga unsur ini adalah kader-kader PNA yang telah memberikan kontribusi besar sejak PNA didirikan sampai dengan posisi hari ini telah memiliki fraksi penuh di DPRA, 46 kursi DPRK dengan 5 pimpinan dan 1 Bupati serta Gubernur yang telah mengkhianati perjuangan mereka.
Mereka datang karena pertemuan yang dibuat dengan tema “Bimtek” itu dianggap sebuah konspirasi untuk justifikasi keputusan-keputusan yang akan dikeluarkan nantinya.
Kecurigaan ini didasarkan pada beberapa kegiatan sebelumnya yang tidak memenuhi syarat, tetapi selanjutnya dipaksakan hasilnya dipakai untuk justifikasi keputusan berikutnya dan bahkan untuk menyingkirkan kawan-kawan yang tidak seide.
“Oleh sebab itu, maka saya merasa apabila pihak kepolisian menindaklanjuti laporan tersebut, itu berlebihan, biarkan masalah internal itu diselesaikan oleh pengurus PNA sendiri.
Kita punya mekanisme untuk menyelesaikan persoalan kader yang nakal ataupun kader yang merasa dirugikan. Melaporkan mereka karena tidak puas terhadap prilaku pimpinan yang inkonstitusional Itu adalah kriminalisasi kader.”
Hal ini bisa berakibat tidak baik bagi perkembangan demokrasi dimasa yang akan datang. (IA)



