Banda Aceh — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian penuntutan tiga kasus pidana umum melalui Restorative Justice atau keadilan restoratif dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
Persetujuan tersebut terlaksana setelah dilakukan gelar perkara secara Video Conference di Kantor Kejati Aceh pada Kamis (9/6/2022) yang dihadiri langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Bambang Bachtiar SH MH, Asisten Tindak Pidana Umum dan Kepala Seksi OHARDA serta Kepala Kejaksaan Negeri Pidie, Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen dan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Singkil.
Ketiga Perkara tersebut berasal dari Tiga Kejaksaan Negeri dalam daerah hukum Kejati Aceh
Pertama, Kejaksaan Negeri Pidie, perkara atas nama tersangka Fikhi Ramadhani Bin Young Jakfar, yang diduga melanggar Pasal 362 KUHPidana. Adapun Kasus posisinya berawal pada Rabu, 30 Maret 2022 sekitar pukul 09.00 WIB, pada saat itu terdakwa sedang berjalan kaki dari depan Masjid Beureunuen menuju ke Gampong Rapana Kecamatan Mutiara, Pidie untuk mencari pekerjaan, lantaran pada saat itu terdakwa sudah tidak bekerja lagi di tempat sebelumnya yaitu di daerah Banda Aceh.
Sesampainya di persimpangan gampong tersebut selanjutnya terdakwa melihat ada orang yang sedang duduk, dan pada saat itu terdakwa memberanikan diri menjumpai orang tersebut untuk menanyakan dimana di daerah gampong tersebut ada pekerjaan bangunan, selanjutnya orang yang tadi terdakwa tanyakan informasi tersebut menjawab, masuk saja ke dalam lorong yang tepat ada di depan posisi terdakwa.
Selanjutnya beberapa meter di depan, ada sebuah rumah yang sedang dikerjakan, lalu tanyakan saja kepada orang yang ada di situ, dan pada saat terdakwa langsung pergi ke tempat di mana sesuai petunjuk dari orang yang memberikan informasi tersebut.
Sebelum sampai terdakwa di tempat dimaksud, saat itu terdakwa melihat satu unit sepeda motor Honda Beat warna hitam dengan Nopol BL 5042 PAF terparkir dengan posisi kunci kontaknya tidak tercabut, dan pada saat itu dikarenakan terdakwa melihat kunci kontaknya berada di sepeda motor tersebut langsung muncul niat untuk mengambil sepeda motor tersebut.
Tanpa menunggu waktu lama terdakwa pun langsung menghidupkan sepeda motor tersebut dan langsung membawa kabur sepeda motor milik korban Zulfahmi Bin Zakaria dengan cara mengendarai sepeda motor tersebut menuju ke arah Jalan Raya Banda Aceh-Medan.
Kasus pidana umum selanjutnya, di Kejaksaan Negeri Bireuen, perkara atas nama tersangka Awwaluz Zikri Bin Bahtiar Ibrahim, yang diduga melanggar Pasal 351 (1) KUHPidana.
Adapun kasus, pada Jum’at, 11 Juni 2021 sekita pukul 17.30 WIB bertempat di jalan Desa Cureh Kecamatan Kota Juang, Bireuen tepatnya di dalam mobil, telah terjadi tindak pidana penganiayaan terhadap korban ULFA FINDIRRA Binti FAKHRUDDIN, yang dilakukan oleh tersangka AWWALU ZIKRI Bin BAHTIAR IBRAHIM dengan cara memukul korban menggunakan kepalan tangan yang mengenai bagian kepala korban dan juga menggunakan alat bantu berupa gagang besi untuk menaikkan dongkrak mobil yang mengenai bagian bawah lutut sebelah kanan, sehingga mengalami luka gores di lutut kanan dengan diameter 1 sentimeter, luka gores bawah lutut kanan dengan diameter 1 sentimeter, dan lebam di bawah lutut kanan dengan ukuran panjang 5 sentimeter dan lebar 2 sentimeter, sesuai tercantum dalam surat VISUM ET REPERTUM Nomor: 52/2021 yang dikeluarkan dokter Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah pada 22 Juni 2021.
Akibat kejadian tersebut mengakibatkan rasa sakit pada daerah bawah lutut sebelah kanan korban ULFA FINDIRRA Binti FAKHRUDDIN
Kemiidian kasus pidana di Kejaksaan Negeri Aceh Singkil, perkara atas nama Tersangka Ummar Tinambunan Bin Alm Mengatur, diduga melanggar Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 355 ayat (1) Ke 1 KUHPidana.
Adapun kasus posisinya pada Selasa, 1 Februari 2022 sekitar pukul 13.00 WIB bertempat di warung milik saksi SAMSUL RIZAL yang berada di Desa Lae Riman Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil, tersangka melihat korban dan mendatangi korban lalu mencekik leher korban dengan menggunakan kedua belah tangan tersangka.
Kemudian tersangka menekan leher korban ke bangku sehingga korban terjatuh ke bawah meja sambil mengatakan “KUBUNUH TERUS DIA INI BIAR AKU PENJARA”, kemudian setelah itu saksi Ridwan Barus dan saksi Samsul Rizal memisahkan dan memegang tersangka dan korban.
Ketiga perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice dengan alasan para tersangka baru pertama kalinya melakukan tindak pidana dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun dan tersangka telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban, dan korban telah memafkan tersangka dan tidak akan menuntut kembali.
“Setelah dilakukan pemaparan tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui untuk menghentikan penuntutan ketiga perkara tersebut dan memerintahkan kepada ketiga Kajari untuk menerbitkan surat ketetapan pengehentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan Restorative sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan surat edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative sebagai perwujutan kepastian hukum,” ujar Plt Kasi Penerangan Hukum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. (IA)



