BANDA ACEH – Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Bireuen Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab atau akrab disapa Tu Sop mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi pelaksanaan syariat Islam di Aceh sekarang ini yang menurutnya belum maksimal meski telah berjalan 20 tahun lebih.
Selama ini, yang berjalan dari syariat Islam hanya berfokus pada tindakan dan hukuman, tetapi tidak pada pembinaan.
Selain itu, syariat juga belum dilaksanakan secara menyeluruh di semua aspek kehidupan.
Karena itu, penting bagi pemerintah melalui dinas-dinas teknis terkait untuk bekerja dengan mengacu kepada konsep-konsep syariah.
Hal inilah yang menurut Tu Sop belum tercermin dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh sekarang ini. Satu hal yang membuat Tu Sop kurang berkenan atau kesal, realitas saat ini, Aceh justru mempromosikan syariat secara buruk.
Hal itu terjadi karena cara dan strategi yang diterapkan selama ini keliru, sehingga akhirnya menjadi bumerang bagi syariat.
“Nah yang berjalan sekarang ini dalam pelaksanaan syariat Islam hanya berfokus pada tindakan dan hukuman, tetapi tidak pada pembinaan,” ujar Tu Sop yang juga Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
Pernyataan itu disampaikan Tu Sop saat mengisi pengajian yang membahas tentang pelaksanaan syariat Islam yang digelar Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA), Senin (1/8/2022).
Tampak hadir seluruh pengurus teras DPA PA hadir, antara lain Ketua Umum DPA PA, Muzakir Manaf (Mualem), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri.
Juga hadir Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yahya, Ketua Fraksi PA di DPRA Tarmizi dan para anggota dewan lainnya dari partai lokal tersebut.
Tu Sop menegaskan, kesan yang muncul saat ini terkesan menyalahkan syariat. Karena dengan menerapkan syariat Islam, ekonomi Aceh menjadi menurun, kehidupan sosial bermasalah dan kriminal meningkat.
Padahal sebenarnya fungsi-fungsi syariat itu yang tidak dijalankan dengan
“Akhirnya kita sendiri yang menjatuhkan syariat. Sudah kita deklarasikan, tetapi tidak kita fungsikan, sehingga citra syariat menjadi rusak,” ucapnya.
“Kenapa? Mungkin karena tidak cukup tangan-tangan kreatif yang mampu memfungsikan syariat. Terobosan ini yang perlu kita lakukan” imbuh Tu Sop.
“Kita ingin buktikan, kita promosikan ke Nusantara bahwa syariat itu bagus, jangan waktu diterapkan syariat justru kita terpuruk di semua aspek,” ucapnya lagi.
Disamping itu, pelibatan ulama dalam penyusunan regulasi-regulasi yang terkait syariah juga sangat kurang. Ulama hanya diundang di akhir, untuk legitimasi.
Seperti halnya dalam Qanun Lembaga Keuangan Syariah, ulama tidak dilibatkan dalam menyusun kajian akademik karena mungkin dianggap tidak pintar.
“Ulama hanya diundang di akhir, untuk legitimasi saja. Padahal otoritas syariah itu ada di ulama,” tegas Tu Sop.
Tu Sop berharap Partai Aceh bisa memperjuangkan hal ini sehingga fungsi-fungsi syariat bisa dijalankan di semua lembaga pemerintahan.
“Pada masa kesultanan, Islam bisa menjadi mercusuar di Nusantara. Coba tantang, apa Islam hari ini di Aceh bisa menjadi mercusuar di Nusantara? Tetapi harus benar- benar menerapkan konsep syariat, memberikan solusi, bukan beban,” ucap Tu Sop.
Ia pun menjelaskan, kunci agar dinas-dinas menjalankan fungsi- fungsi syariat ada pada pemimpin, dan pemimpin itu lahir dari partai politik. Karena itu, perbaikan politik juga hal yang sangat penting.
“Kalau kita tidak mengubah politik, melahirkan leader-leader sesuai sesuai dengan kekhususan Aceh, ini tidak akan jalan. Akhirnya Aceh berada di tangan yang salah terus,” pungkas Tu Sop. (IA)



