BANDA ACEH — Provinsi Aceh akan kehilangan dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar hampir Rp 4 triliun pada tahun 2023 karena hanya tersisa sebesar 1 persen dari jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, setelah selama 15 tahun menerima 2 persen.
Hal ini juga berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun 2023 yang direncanakan hanya Rp 10,5 triliun lebih atau turun Rp 6 triliun dibanding anggaran belanja tahun 2022 sebesar Rp 16,17 triliun.
Pengamat ekonomi Aceh dari Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Rustam Effendi mengatakan, kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena akan mengurangi kapasitas fiskal Aceh pada tahun depan.
“Kondisi ini tentu sangat mngkhawatirkan. Daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin lemah yang pada akhirnya berdampak pula pada terbatasnya peluang kesempatan kerja yang tersedia di daerah dan kian sulitnya upaya untuk mengentaskan kemiskinan,” ujar Rustam Effendi, Ahad (21/8)
Menurutnya, data terakhir yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Aceh merupakan yang paling rendah pertumbuhannya di Sumatera. Sementara untuk kemiskinan, Aceh juga mendapat peringkat termiskin di pulau Sumatera.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam merespon kondisi anggaran yang terbatas ini?
Rustam Effendi memberikan sejumlah saran.
Pertama, melalukan rasionalisasi program dan proyek (kegiatan) yang diikuti dengan efisiensi anggaran. pos-pos belanja yang selama ini dinilai kurang penting harys dikaji dan dirasionalkan kembali.
Untuk belanja pengadaan barang dan jasa harus dipilah dan dipilih mana yang benar-benar penting dan dibutuhkan saja, yang tidak penting sebaiknya dikesampingkan.
Kedua, meski kapasitas fiskal berkurang, namun alokasi untuk belanja modal tetap diberi fokus utama. Nilai anggaran yang dialokasikan untuk belanja modal tetap dipenuhi dan jumlahnya memadainya.
Belanja modal dikhususkn untuk penunjang dan pengembangan aktivitas ekonomi daerah. Pembangunan infrastruktur, misalnya seperti jalan, irigasi, mesin atau peralatan lainnya harus diutamakan.
Sebaiknya, dalam pos ini untuk pembangunan gedung atau kantor yang tidak mendesak sebaiknya ditunda dulu.
Ketiga, dana bersumber dari pokok pikiran (pokir) dewan yang diusulkan dan dialokasikan untuk anggota legislatif di daerah hendaknya disinkronkan dengan program-kegiatan/sub kegiatan SKPA atau SKPK (di kabupaten/kota).
“Ini penting untuk memberikan kekuatan bagi daerah dalam implementasi program/kegiatan yang dapat mendorong ekonomi daerah provinsi dan kabupaten/kota. Peruntukan untuk pembangunan aspek sosial juga pnting, hanya baiknya dipilih yang benar-benar bermanfaat bagi kesejahtaraan masyarakat,” terang Rustam Effendi.
Keempat, dana desa yang bersumber dari APBN dan nilainya tidak kurang dari Rp 4 triliun dinilai sangat strategis untuk diarahkan penggunaannya oleh tiap gampong.
Untuk itu Pemerintah Aceh dan pemkab-pemko kabupaten/kota harus duduk bersama terkait penggunaan dana desa ini.
Penting diberi arahan kepada seluruh keuchik agar dana desa dialokasikan kepada sektor-sektor yang produktif, sehingga dapat membuka lapangan kerja dan mebantu mengurangi angka kemiskinan.
Dana desa juga dialokasi untuk menambah daftar peserta PKH dan penerima BPNT (bantuan pangan non tunai) spt beras, telur dan lain-lain.
Kelima, dalam situasi anggaran yang terbatas ini sudah saatnya kepala daerah (Pj Gub dan Pj Bupati-Wali Kota) mengevaluasi kembali pos belanja untuk prjalanan dinas pada tiap SKPA/SKPK. Perjalanan hanya ditolerir jika ada hal-hal yang mendesak.
Keenam, Pj Gubernur harus terus berupaya untuk mencari sumber-sumber penerimaan lain, seperti dari sumber DAK (dana alokasi khusus). Berikan tugas kepada seluruh kepala SKPA agar lebih kreatif dalam mencari sumber penerimaan lain.
Untuk calon investor, Pj Gubernur harus mampu mnyediakan “menu” pilihan investasi yang prospektif secara lengkap, termasuk kemudahan bagi calon investor.
Dalam situasi yang amat terbatas ini pemda Provinsi dan pemkab-pemko harus bertindak pro aktif dan bekerja secara lebih sinergis.
Pada saat yang sama usaha-usaha literasi dan promosi untuk membangun citra daerah yang menarik dan ramah untuk investasi di mata calon investor tetap terus diikhtiarkan scara terus menerus. peran media yang ada di daerah juga penting untuk dimanfaatkan.
“Terakhir, pos-pos yang tidak begitu penting seperti pembangunan gedung atau kantor sebaiknya ditunda dulu. Termasuk pembelian kendaraan dinas, tanah, baiknya dipertimbangkan lagi,” pungkasnya. (IA)



