LHOKSEUMAWE – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pasar rakyat di Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2018.
Adapun ketiga tersangka tersebut berinisial AQ (40) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun 2018 pada Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop) Lhokseumawe, konsultan pengawas SA (39) dan RU (59) selaku kontraktor/rekanan pelaksana proyek pasar rakyat.
Ketiganya langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Lhokseumawe, pada Rabu (19/10/2022).
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lhokseumawe telah telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-03/L.1.12/Fd.1/08/2022 tanggal 1 Agustus 2022.
Kajari Lhokseumawe Mukhlis SH MH mengatakan, perkara tersebut bermula dari temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diaudit pada tahun 2019.
Dalam laporan BPK, hingga awal 2022 kontraktor belum mengembalikan dana (kelebihan bayar), padahal terjadi kekurangan volume pekerjaan ke kas daerah.
Selanjutnya Kejari Lhokseumawe mendapat laporan yang bermula dari penyelidikan, dan dari hasil tersebut terdapat indikasi ataupun potensi adanya kerugian keuangan negara.
“Pada proses penyidikan, Kejari menggandeng tim ahli dari Politeknik Negeri Lhokseumawe. Namun kesimpulannya sudah kami dapatkan, dari hasil pemeriksaan potensi kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 356 juta. kerugian itu akibat kekurangan volume pekerjaan,” ujar Mukhlis dalam konferensi pers di Kantor Kejari Lhokseumawe, Rabu (19/10/2022).
Bangunan Pasar Rakyat Ujong Blang tersebut terletak di Jalan Lingkar Desa Ujung Blang, Kecamatan Banda Sakti tepatnya di lokasi Pasar Induk Terpadu Kota Lhokseumawe, yang dibangun tahun 2015.
Pasar Induk Terpadu diresmikan pada pertengahan November lalu bertepatan dengan pembukaan pameran Kota Lhokseumawe pada 11 – 17 November 2019.
Menurut Kajari Lhokseumawe, pembangunan pasar rakyat tersebut merupakan rekapitalisasi dari dana tugas pembantuan yang bersumber dari APBN 2018 berkisar Rp 5,6 miliar.
Sementara itu, pada penyidikan, Kejari menghadirkan 3 tim ahli, yaitu ahli tanah, ahli laboratorium, dan ahli beton.
“Jadi pada pemeriksaannya tim ahli menemukan kurangnya volume yang tidak sesuai dengan kontrak. Pada perkara ini, baru ditetapkan 3 tersangka. Pada perkara ini tidak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka lainnya,” tegas Kajari Lhokseumawe.
Menyangkut kerugian, sambung Mukhlis, secara resminya akan dihitung oleh tim auditor dari inspektorat. Sementara ketiga tersangka usai penetapan, langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Lhokseumawe.
“Ketiga tersangka ditahan untuk tahap pertama selama 20 hari terhitung sejak 19 Oktober. Kita juga berharap kepada media dan masyarakat untuk dapat terus mengawal pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pasalnya jumlah penegak hukum sangat terbatas, ditambah dengan penanganan perkara umum lainnya,” sebutnya.
Kajari Lhokseumawe Mukhlis menyebutkan, kerugian keuangan negara dalam kasus itu sebesar Rp 356 juta. Kerugian akibat kekurangan volume pekerjaan dari total anggaran proyek bersumber APBN 2018 sebesar Rp 5,6 miliar.
Setelah ketiga tersangka ditahan, maka jaksa menyiapkan berkas penuntutan untuk seterusnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Banda Aceh. (IA)



