BANDA ACEH — Kepala Dinas Pendidikan Aceh Alhudri dalam beberapa hari ini menuai kritik dan dituding tak becus dalam mengurus dan mengelola pendidikan Aceh.
Salah satunya datang dari Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Provinsi Aceh yang menilai pendidikan Aceh saat ini sedang terpuruk selama Dinas Pendidikan Aceh dipimpin Alhudri.
Bahkan, puluhan massa dari Pengurus Wilayah PII Provinsi Aceh menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Pendidikan Aceh, Rabu (2/11/2022).
Massa PII menuntut agar Kepala Dinas Pendidikan Aceh Alhudri untuk turun dari jabatannya karena dinilai tidak mampu memperbaiki sistem pendidikan di Aceh dan bahkan tidak mengerti tentang pendidikan.
“Kami minta Kadis Pendidikan Aceh Alhudri untuk mengundurkan diri karena tidak mengerti pendidikan, bukan berlatar belakang pendidikan bagaimana mendidik kami, sedangkan kami butuh Kadis yang intelektual dan mengerti pendidikan,” ujar Ketua PW PII Aceh Amsal.
Atas tudingan ini, langsung direspon oleh sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang turun tangan dan pasang badan membela Alhudri sebagai sosok yang menunjukkan iktikad baik untuk mendongkrak kualitas pendidikan Aceh.
Seperti pembelaan yang disampaikan oleh Ketua Komisi VI DPRA Tgk Anwar Husen. Menurutnya, mengurus pendidikan bukan perkara mudah. Namun dia yakin, di tangan yang tepat, pendidikan Aceh bakal hebat.
“Saya menyadari, membenahi pendidikan Aceh tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya melihat sosok Alhudri memiliki iktikad baik untuk mewujudkan hal itu. Dia bersikap terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” kata Tgk Anwar Husen, Rabu, 2 November 2022.
Menurutnya, di tangan Alhudri sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh, kata Anwar, DPRA merasakan perubahan pendidikan Aceh. Dan semua itu menuju arah yang lebih baik. Namun, Anwar mengingatkan tidak fair jika pendidikan Aceh hanya dibebankan pada Dinas Pendidikan Aceh saja.
Dalam urusan regulasi dan kompetensi guru, misalnya, Dinas Pendidikan Aceh adalah lembaga yang menerima guru dari berbagai perguruan tinggi untuk bertugas sebagai guru.
Anwar juga menekankan urgensi pembenahan fungsi Majelis Pendidikan Aceh (MPA) yang ditindaklanjuti dengan merevisi Qanun Majelis Pendidikan Aceh sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan Aceh.
“Persoalan-persoalan yang kita hadapi dalam bidang pendidikan saat ini sangat kompleks. Hana lagee balek telapak jaroe. Tidak adil jika kita menimpakan kesalahan pada satu pihak. Sekali lagi, ini adalah urusan kompleks yang membutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan pendidikan,” kata Anwar.
DPRA, kata Anwar, memasukkan revisi Qanun Penyelenggaraan Pendidikan dalam program legislasi daerah (Prolega) 2023. Dia berharap hal ini dapat mendukung kinerja Dinas Pendidikan Aceh. Hasil revisi qanun itu, kata Anwar, bakal menjadi patron Dinas Pendidikan Aceh bekerja di masa mendatang.
Anwar mengatakan ada aturan yang belum terimplementasikan karena tidak ada aturan pendukung. Satu di antaranya adalah poin tentang muatan lokal dalam aturan pendidikan Aceh.
Muatan lokal yang bakal diajarkan ke semua sekolah di Aceh tidak terlaksana karena ketiadaan aturan turunan. Peraturan gubernur terkait hal itu baru turun pada 2022.
Sejumlah kekurangan ini, kata Anwar, perlu diperbaiki bersama. Dan ini membutuhkan masukan ide dan dukungan dari seluruh pihak. Dia mengatakan pencapaian oleh Dinas Pendidikan Aceh harus diapresiasi.
“Atmosfer keterbukaan di Dinas Pendidikan Aceh harus terus kita dorong. Ini adalah iktikad baik yang perlu kita sambut bersama,” kata Anwar, Anggota DPRA dari Partai Aceh.
Anggota DPRA lainnya Irfannusir Rasman, mengaku merasakan perubahan kinerja Dinas Pendidikan Aceh. Dalam dua tahun terakhir, Dinas Pendidikan Aceh dinilai cakap menjalankan program, terutama dalam upaya pemerataan pendidikan.
“Ada peningkatan prestasi. Terutama pada SMK dan SMA,” kata Irfannusir, Rabu, 2 November 2022.
Hal ini dapat dilihat dari prestasi pelajar SMA dan SMK Aceh di tingkat nasional. Aceh, kata dia, berhasil memenangkan sejumlah kompetisi. Tingkat kelulusan pelajar Aceh di universitas-universitas terkemuka di Nusantara juga meningkat.
Keputusan Dinas Pendidikan Aceh membuka kelas jarak jauh untuk mendekatkan sekolah ke masyarakat dinilai Irfannusir sebagai langkah cerdas.
Kelas jauh di Pameu dan Jamat, dua desa terpencil di Aceh Tengah, mencegah anak-anak lulusan SMP menganggur karena jarak SMA terdekat dari gampong-gampong itu mencapai puluhan kilometer.
Dengan membuka kelas jarak jauh, maka orang tua tidak perlu khawatir anak-anak mereka berkendara jauh untuk menikmati pendidikan. Para murid juga dapat membantu orang tua sepulang sekolah.
“Strategi ini sangat memudahkan masyarakat. Dan yang terpenting, tugas negara untuk meratakan pendidikan ke seluruh daerah terwujud,” kata Irfannusir.
Irfannusir juga memuji strategi Alhudri, Kepala Dinas Pendidikan Aceh, untuk meningkatkan kinerja seluruh “mesin” pendidik di Aceh.
Kunjungan Kepala Dinas Pendidikan Aceh ke sejumlah daerah terpencil, yang selama ini tidak dilakukan, meningkatkan motivasi para pendidik dan kepala sekolah dalam mendidik.
Alhudri juga mendorong kerja sama dunia kerja dengan SMK. Bahkan di Aceh Timur dibuka jurusan perminyakan untuk mempersiapkan anak-anak Aceh bekerja di ladang-ladang minyak yang berproduksi di daerah itu.
Irfannusir mengatakan kepala dinas adalah pejabat pengambil keputusan. Alhudri, kata dia, menunjukkan kapasitas sebagai kepala dinas yang mampu mengambil keputusan tepat yang dibutuhkan Dinas Pendidikan Aceh saat ini.
“Kelebihan dan terobosan yang diambil harus diapresiasi. Kita harus bersikap objektif. Mungkin ada kekurangan-kekurangan, itu yang perlu kita perbaiki bersama agar mutu pendidikan Aceh moncer,” pungkas Irfannusir, Anggota DPRA dari Fraksi PAN. (IA)



