BANDA ACEH — Ruas jalan nasional Banda Aceh – Medan yang berada di kaki gunung Seulawah sebelah Kabupaten Pidie yang mengalami amblas, kini sudah mulai diperbaiki.
Kerusakan jalan itu terjadi di lintas Banda Aceh – Medan pada kilometer 81 Gampong Simpang Beutong, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.
Polisi setempat melakukan rekayasa lalu lintas dengan sistem buka tutup jalan agar lalu lintas bisa lewat.
Jalan amblas di kawasan Simpang Beutong membuat arus lalu lintas terganggu dan kendaraan yang melintas terjebak macet parah. Kemacetan terjadi karena hanya sebelah ruas jalan yang dapat dilalui.
Kasat Lantas Polres Pidie Iptu Mahruzar Hariadi mengatakan di lokasi jalan amblas itu masih dapat dilewati walau dengan sistem buka tutup dan saat ini sedang dalam pengerjaan
“Bisa melintas, cuma antrean, pelan-pelan, karena arus lalu lintas kami buka tutup,” kata Kasat Lantas Polres Pidie Iptu Mahruzar Hariadi, Kamis (26/1/2023).
Iptu Mahruzar Hariadi menyarankan warga yang hendak bepergian dari Kota Banda Aceh ke Sigli atau sebaliknya dapat mengambil jalur alternatif lain yakni lintas Krueng Raya-Laweung.
“Kami sarankan ambil jalur alternatif lain. Selama perbaikan jalan dan buka tutup jalan amblas, agar pengguna jalan mencari jalan alternatif lewat jalan Laweung – Krueng Raya
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Ihsanuddin MZ melaporkan ikut terjebak kemaceten panjang di jalan amblas tersebut saat dalam perjalanan dari Banda Aceh ke Sigli.
“Kami satu jam lebih di posisi antrean dan belum tampak badan jalan yang rusak itu,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Tim Geologi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh sudah turun ke lokasi pergerakan tanah pada lokasi ruas Jalan Banda Aceh–Medan, KM 81, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan peninjauan lokasi tim Dinas ESDM Aceh pada Rabu (25/1/2023), terpantau 6 titik yang mengalami pergerakan tanah.
Kepala Dinas ESDM Aceh Ir Mahdinur, Kamis (25/1/2023) menyampaikan faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran atau pergerakan tanah ini adalah karena jenis batuan pada lokasi berupa satuan tuf yang berumur kuarter dari formasi Gunung Api Lamteuba.
Ia menjelaskan bahwa satuan tuf mengandung lempung yang mudah menyerap air. Lempung akan mengalami pengembangan (swelling) saat menyerap air sehingga membuat ikatan antar butir menjadi tidak stabil.
“Batuan ini juga bersifat lepas dan belum terkompaksi sehingga rentan terhadap longsor,” katanya.
Selain itu, kata Mahdinur, curah hujan yang tinggi menyebabkan material menjadi lebih berat yang meningkatkan beban sehingga terjadi gerakan tanah.
Faktor penyebab lainnya adalah kestabilan lereng. Lereng memiliki kemiringan yang curam, ketika ikatan antar butir tidak stabil dan kemiringan yang curam maka menyebabkan pergerakan tanah.
Mahdinur mengimbau masyarakat agar berhati-hati ketika melewati jalan pada lokasi ini terutama pada saat hujan dengan intensitas tinggi seperti yang dialami pada pekan-pekan terakhir ini.
Selain itu, untuk mengurangi risiko longsor di kemudian hari perlu dilakukan kajian mitigasi bahaya longsor untuk jangka menengah dan jangka panjang agar kejadian longsor dapat diminimalisir.
“Seperti melakukan penguatan tebing di sekitar ruas jalan serta penanganan yang tepat pada ruas-ruas jalan dengan risiko longsor,” ujarnya. (IA)



