BANDA ACEH — Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA) mempertanyakan sejumlah proyek yang anggarannya bersumber APBN tahun 2021 dan 2022 banyak yang bermasalah dan mangkrak di Aceh.
Pembagunan proyek tersebut tidak selesai dikerjakan mengakibatkan kerugian besar bagi rakyat Aceh, yang seharusnya tahun 2022 bangunan tersebut sudah bisa dimafaatkan oleh penerima, akan tetapi fakta di lapangan malah pembagunan rata-rata mangkrak dan belum siap.
“Kami menduga ada masalah serius di perencanaan dan sistem tata kelola barang dan jasa, sehingga berimplikasi pada pelaksanan di lapangan. Kami sudah melakukan penelusuran ke lapangan dan melakukan tracking melalui sistem elektronik dalam pengadaan barang dan jasa terhadap paket-paket pekerjaan tersebut, seperti yang tejadi di beberapa daerah,” ujar Koordinator MaTA Alfian, Selasa (7/2).
Di antaranya proyek mangkrak tersebut adalah Rehabilitasi Bendungan Daerah Irigasi Krueng Pasee Kabupaten Aceh Utara, dengan nilai pagu Rp 56 miliar dan HPS Rp 56 miliar, sedangkan nilai kontrak Rp 44,8 miliar, jadi 20% selisih dari Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) atau Rp 11,2 miliar, dengan sumber APBN 2021 yang dimenangkan PT Rudy Jaya dari Jawa Timur.
Fakta lapangan, menurut Alfian, progres pekerjaan baru dikerjakan 35%. Yang seharusnya selesai Desember 2022, akan tetapi malah mangkrak dan tidak ada kemajuan terhadap pembangunan irigasi tersebut.
Sehingga petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan saat itu.
Tujuan awalnya pembangunan rehabilitasi irigasi untuk memperlancar air bagi petani sawah, sehingga para petani yang menggantungkan harapan hidupnya pada padi menjadi sejahtera, bukan malah sebaliknya.
Parahnya lagi, para pihak seperti Kemeterian PUPR dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK) yang berkantor di Aceh tidak melakukan langkah apa pun dalam mempercepat pembagunan irigasi tersebut, mareka tidak bertangung jawab.
Dampak buruk sembilan kecamatan, petani sawah (11.000 Ha) yang menggantungkan harapan terhadap percepatan rehabiltasi bendungan tersebut, seperti Kecamatan Syamtalira Bayu, Samudera, Meurah Mulia, Tanah Luas, Nibong, Tanah Pasir, Syamtalira Aron, Matangkuli dan Kecamatan Blang Mangat di Kota Lhokseumawe.
Selanjutnya, pembangunan Rumah Susun Institut Agama Islam (IAI) Al Aziziyah Bireuen (Kampus Putri) Pagu Rp 4.828.440.000 dan HPS Rp 4. 828.440.000, sedangkan nilai kontrak Rp 3.862.752.000, jadi 20% selisih kontrak dari HPS atau Rp 965.688.000 yang anggarannya bersumber APBN 2022.
Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. RAMAI JAYA yang berlamat di Banda Aceh.
Fakta lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan baru 66,67%. Fisik dan keuangan yang sudah dicairkan 31 03 % dan saat ini pembagunannya mangkrak yang berlokasi di Kabupaten Biereun.
Akibat mangkraknya pembagunan tersebut maka sangat merugikan penerima mafaat. Yang seharusnya sudah dapat digunakan.
Kemudian, pembangunan Rumah Susun Ponpes Darul Ihsan Tgk H Hasan Krueng Kalee. Pagu Rp 3.526.524.000 dan HPS Rp 3.526.524.000, sedangkan nilai kontrak Rp 2.970.417.000.
Jadi selisih antara HPS dengan Nilai Kontrak adalah 16% atau Rp 556.107.000, yang anggarannya bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. ASOLON UTAMA, yang beralamat di Banda Aceh.
Fakta di lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan 31,82% fisik dan 37,08% keuangan yang telah dicairkan kepada pihak rekanan, pembagunan tersebut yang berlamat di Kabupaten Aceh Besar dan saat ini pembagunannya mangkrak.
Akibat mangkraknya pembagunan tersebut maka sangat merugikan penerima mafaat atas bangunan tersebut. Yang seharusnya sudah bisa digunakan oleh penerima pembagunan tersebut.
Proyek lainnya adalah pembangunan Rumah Susun Pondok Pesantren Darul Munawwarah Pagu Rp 3.412.024.000 dan HPS Rp 3.412.019.000, sedangkan nilai kontrak Rp 2.729.615.200,00, jadi selisih antara HPS dengan Nilai Kontrak adalah 20% atau Rp 682.403.800 yang anggarannya bersumber APBN 2022.
Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. TSARAYA, yang berlamat di Kabupaten Aceh Timur.
Fakta di lapangan progres pekerjaan baru 31,82% fisik dan keuangan yang telah diterima oleh pihak rekanan 38,58%. Pembagunan tersebut berlamat di Kabupaten Pidie Jaya dan saat ini pembagunannya mangkrak.
Akibat mangkraknya pembagunan tersebut maka sangat merugikan penerima mafaat.
Pembangunan Rumah Susun Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman. Pagu Rp 4.828.440.000 dan HPS Rp 4.823.835.000, sedangkan nilai kontrak Rp 3.862.752.000, jadi selisih antara HPS dengan Nilai Kontrak adalah sebesar 20% atau Rp 965.688.000 yang anggarannya bersumber APBN 2022.
Pekerjaan ini dimenangkan CV RAJA MUDA, yang berlamat di Kabupaten Aceh Utara.
Fakta di lapangan progres pekerjaan baru 35,23% fisik dan 54,60% keuangan yang telah diterima pihak rekanan. Pembangunan tersebut beralamat di Kabupaten Bireuen dan saat ini pembagunannya mangkrak.
Akibat mangkraknya pembagunan tersebut maka sangat merugikan bagi penerima mafaat atas bangunan tersebut.
Atas fakta fakta mangkraknya pembangunan tersebut maka, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta secara tegas kepada Kemeterian PUPR RI, untuk segera menyelesaikan kelanjutan pembagunan tersebut, mengingat penerima mafaat atas rehabilitasi Bendungan Krueng Pasee dan pembagunan gedung atau rumah susun di empat titik tersebut untuk segera diberi kepastian penyelesainya, sehingga penerima manfaat atas pembagunan tersebut ada kepastian.
Kemeterian PURP diminta, untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem dan manajeman atas keberadaan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK) yang di Aceh saat ini.
“Karena mareka merupakan pihak yang kami nilai bertanggung jawab atas mangkraknya pembangunan yang bersumber APBN saat ini, dimana rekanan sebagai pelaksana merupakan atas kewenangan BP2JK yang telah mareka pilih,” tegas Alfian
Kemeterian PURP juga perlu memastikan terhadap volume yang telah dibangun sesuai dengan volume kontrak, kepastian volume perlu kiranya dilakukan audit fisik atas pembangunan yang telah dikerjakan sehingga tidak bermasalah hukum kemudian hari.
“Kami mendapat kabar, terjadi perubahan gambar pada perencanaan awal dan begitu juga terjadi pengunduran tim PPK pada pembangunan tersebut,” ungkap Alfian.
Bagi penerima mafaat atas pembagunan tersebut diharapakan untuk tetap melakukan pengawasan, dan MaTA konsisten dalam mendorong tata kelola sistem pengadaan barang dan jasa yang lebih baik tanpa terjadinya komitmen fee sehingga melahirkan pembagunan bekualitas dan tidak terjadinya potensi korupsi. (IA)



