BANDA ACEH — Penyesalan selalu datang terakhir. Kesetiakawanan juga terkadang hanya ada saat kita memiliki uang.
Hal inilah yang dirasakan Muslem Syamaun, mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bireuen yang kini mendekam di penjara akibat kasus penggelapan pajak Rp 27,6 miliar medio 2007-2010, yang divonis 15 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh pada 2017 lalu.
Merasa ditinggalkan oleh rekan-rekan sejawatnya yang menikmati aliran dana pajak Bireuen yang digelapkan itu dan harus menanggung sendiri penderitaan terkait kasus tersebut, Muslem Syamaun pun kini sedang mempersiapkan gugatan ke pengadilan untuk membongkar seluruh “penikmat” aliran dana Rp 27,6 miliar pajak Bireuen.
“Dari total Rp 27,6 miliar dana yang digelapkan, Muslem Syamaun hanya mendapatkan sebagian kecil uangnya. Sementara ada sejumlah pejabat dan tokoh Bireuen pada masa dia menjabat, juga turut menikmati aliran dana itu. Yang menjadi persoalan, Muslem Syamaun harus sendirian menanggungnya, dimana dia dipenjara dan harta bendanya disita. Sedangkan sejumlah pejabat dan tokoh Bireuen yang menikmati aliran dana itu hingga kini bebas berkeliaran menghirup udara segar tanpa menyesali perbuatannya,” ungkap salah seorang kerabat Muslem Syamaun yang ingin namanya dirahasiakan, Jumat (24/11/2023).
Dia mengaku namanya ingin disamarkan dulu agar dia bebas untuk bergerak mencari data dan bukti-bukti terkait aliran dana pajak Bireuen itu serta mempersiapkan pengacara untuk gugatan ke pengadilan.
“Lawannya ini bukan orang biasa, mereka ada yang merupakan tokoh besar Bireuen. Jadi saya khawatir jika mereka tahu siapa yang bergerak untuk membantu Muslem membongkar habis kasus ini, saya dan keluarga saya akan terancam,” ungkapnya.
Dia pun menjelaskan, selain Muslem Syamaun, terdapat 14 pihak lainnya dari total 24 orang penerima aliran dana pajak Bireuen yang belum mengembalikan kerugian negara terkait kasus itu.
Dari 24 orang, baru 10 orang yang mengembalikan kerugian negara, sedangkan 14 lainnya abai dan bebas berkeliaran hingga saat ini.
“Sebenarnya bukan 14 saja, masih banyak pihak-pihak lain yang turut menikmati aliran dana. Hanya saja saat ada pihak yang diduga sengaja telah menghilangkan kwitansi, sehingga tidak lagi diketahui pihak penegak hukum siapa-siapa saja yang turut melakukan pinjaman atau menerima aliran dana saat itu,” ungkapnya.
Ketika ditanyai mengapa setelah sekian lama, baru sekarang Muslem Syamaun ingin membongkar tuntas masalah ini, kerabat Muslem ini pun mengatakan, saat ini Muslem Syamaun telah betul-betul menyesali perbuatannya dan seakan merasa berdosa ketika dia tahu, tapi tidak mengungkapkannya siapa saja penikmat uang rakyat Bireuen yang digelapkan itu.
“Masyarakat Bireuen saat ini tidak tahu mereka siapa-siapa saja, padahal mereka ada di antara masyarakat Bireuen saat ini, bahkan memiliki jabatan-jabatan tertentu, baik di pemerintahan, parlemen, partai politik, serta jabatan lainnya di non-pemerintahan. Jika ini tidak dibongkar, Muslem Syamaun justru merasa bersalah hingga akhir hayatnya karena membiarkan sosok-sosok berperilaku buruk, ternyata sedang bersandiwara dengan jabatannya saat ini. Bahkan, bisa saja mereka saat ini juga sedang menikmati uang rakyat seperti kasus penggelapan pajak itu. Kalaupun nantinya mereka tidak berhasil diseret ke penjara karena kurangnya barang bukti, setidaknya urusan Muslem Syamaun dengan Allah telah selesai karena dia telah memberitahu ke masyarakat siapa-siapa saja para “penikmat” Rp 27,6 miliar dana pajak Bireuen yang digelapkan itu,” tutupnya. (IA)



