Infoaceh, Banda Aceh — Peran pers dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Aceh menjadi inspirasi untuk kini.
Semangat juangnya sangat relevan untuk dicontoh dan diteruskan lintas generasi saat ini.
Terkait dengan hal tersebut, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I bersama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Aceh menggelar seminar “Peran Pers dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Aceh”. Seminar berlangsung di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, Sabtu (3/8/2024) secara hibrid diikuti sekitar 200 peserta baik secara luring maupun daring dari berbagai kalangan.
Dari seminar ini, lahir satu rekomendasi bersama yang dikeluarkan yakni pembangunan monumen pers di Aceh.
Monumen ini diharapkan menjadi sebagai tanda penghargaan terhadap peran pers dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pengingat untuk generasi sekarang dan mendatang.
Seminar tersebut menghadirkan narasumber Drs Mawardi Umar MHum MA, Drs Teuku Abdullah SH MA, Adnan NS dan Sudirman SS MHum dengan Drs Husaini Husda MPd sebagai moderator.
Seminar ini mengajak generasi kini mengingat peran pers dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Aceh.
Salah satu poin penting yang mengemuka dari seminar ini adalah, perbedaan karakteristik pers di masa perjuangan kemerdekaan dengan pers di zaman sekarang.
Adnan NS salah satu narasumber menegaskan pers di masa kemerdekaan tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, edukasi dan hiburan, tetapi pers sebagai alat perjuangan. Pers berperan penting dalam membangkitkan semangat juang dan mematahkan propaganda penjajah.
“Pers adalah alat perjuangan. Pers masa itu berdarah-darah. Perang tidak hanya melalui senjata di lapangan, tapi juga perang opini melalui media,” imbuh Adnan. Meskipun dengan keterbatasan alat, para insan pers tetap semangat mencetak koran dan menyebarkannya.
Radio Rimba Raya contoh lainnya. Bagaimana insan pers radio bergeriliya menyembunyikan perangkat radio ke hutan dari intaian Belanda. Dengan katrol roda manual, menaikkan dan menurunkan antena di sela-sela pepohonan ketika pesawat Belanda datang.
Salah satu media cetak di Aceh yang berperan sebagai alat perjuangan pada masa itu yakni “Semangat Merdeka” yang terbit 18 Oktober 1945 s.d 14 September 1950. Koran ini diterbitkan Ikatan Pemuda Indonesia (IPI) yang diketuai Prof A Hasjmy sekaligus sebagai pemimpin umum.
Peran surat kabar ini dikupas oleh Drs Teuku Abdullah SH MA (TA Sakti) dengan judul “Peran Surat Kabar Semangat Merdeka dalam Mendukung Perang Kemerdekaan Republik Indonesia di Aceh (1945 – 1949)”.
Media massa sebelum dan sesudah kemerdekaan terus berperan mempertahankan kemerdekaan. Melahirkan banyak tokoh media massa di Aceh.
Sebut saja Abdullah Arif, Ali Hasjmy, Amelz, Husin Yusuf, Oesman Raliby, TA Talsya, dan Teungku Muhammad Daud Beureueh. Peranan dan perkembangan media massa di Aceh pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan dikupas dalam materi narasumber Sudirman SS MHum.
Peran dan peran Aceh di masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949) tidak hanya lewat pers. Gambaran sosial perjuangan masa dipaparkan di awal seminar Drs Mawardi Umar MHum MA (Ketua MSI Aceh). Aceh punya peran sentral dan signifikan dalam perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.



