Infoaceh.net, Banda Aceh –Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mengecam penganiayaan yang dilakukan oleh seorang keuchik atau kepala desa terhadap jurnalis di Kabupaten Pidie Jaya, Ismail M. Adam alias Ismed.
Koordinator KKJ Aceh Rino Abonita, Senin (27/1/2025) mengatakan, kasus ini menambah daftar panjang kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.
Penganiayaan yang dialami Ismed terjadi saat korban minum kopi di sebuah warung yang ada di Desa Sarah Mane, Kecamatan Meurah Dua, Pidie Jaya, Jum’at malam, 24 Januari 2025.
Ismed malam itu baru saja pulang dari pusat kota Pidie Jaya dan berniat melepas penat sehabis meliput, ditemani istrinya.
Pada saat itu, Is yang merupakan Keuchik Cot Seutui, Kecamatan Ulim tampak melintas. Melihat keberadaan Ismed, Is yang mengendarai sepeda motor berpelat merah atau sepeda motor dinas, itu langsung berbalik arah menuju ke kios tersebut.
Menurut pengakuan Ismed, setelah memarkirkan sepeda motornya, Is lantas menghampirinya, meraih lehernya, lalu tanpa basa-basi langsung melayangkan sebuah pukulan yang diarahkan tepat ke wajah Ismed.
Ismed yang terkejut dengan serangan tiba-tiba dari Is sempat mengelak sehingga pukulan tersebut hanya menyerempet bagian pundaknya.
Tidak berhenti sampai di situ, dengan tangan yang masih menggenggam baju Ismed, kepala desa tersebut menarik secara paksa Ismed menuju ke jalan yang berjarak sekitar dua meter dari warung.
Saat itu, Is sempat menghardik Ismed dengan cara bertanya mengapa Ismed menulis berita terkait Polindes dipenuhi semak belukar di desanya tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Ismed yang merasa heran dengan pertanyaan tersebut lantas balik bertanya memang apa masalahnya sehingga harus meminta izin terlebih dahulu kepada kepala desa sebagai syarat apabila hendak menulis berita.
Namun, menurut Ismed, bukannya jawaban yang ia dapat, Is malah tambah murka dan kembali melayangkan pukulan.
Ismed sempat tersungkur ke aspal karena berusaha mengelak pukulan dari Is.
Dalam kondisi itu, menurut Ismed, Is sempat menginjak kaki kirinya-siku Ismed mengalami luka dan berdarah, kemungkinan karena terjatuh atau akibat terbentur cincin yang dikenakan oleh Is.
Ismed berusaha meminta maaf kepada Is dan berharap kepala desa itu mau diajak bicara. Namun, upaya Ismed sia-sia belaka, ia malah mendapat caci maki serta sumpah serapah dari Is.
Kuat dugaan penganiayaan yang dialami oleh Ismed berkaitan erat pemberitaan tentang Pusat Kesehatan Desa (PUSKESDES) atau Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang ada di Desa Cot Seutui.
Berita tersebut mengungkap kondisi polindes yang ditumbuhi semak-belukar dan tayang di sebuah portal berita online.
Is sudah dikonfirmasi oleh tim KKJ Aceh bahwa penganiayaan yang dilakukannya diakibatkan karena pemberitaan.
Ismed datang ke polindes bersama Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya Edi Azwar. Kedatangan Edi Azward semacam inspeksi mendadak guna menanggapi adanya laporan tentang kondisi polindes sementara itu Ismed diminta tolong untuk meliput selama sidak.
Selain kepala dinas kesehatan, Ismed juga mengutip MT, bidan desa di polindes tersebut. Is menyuruh Ismed untuk menghubungi kepala dinas kesehatan yang dimaksud, tetapi tidak diangkat.
Is memaksa Ismed untuk pergi bersama dirinya ke polindes untuk menemui MT, bidan yang bertugas di polindes.
Ismed berkendara di depan dengan sepeda motor sendirian sementara Is memepetnya di belakang untuk memastikan agar Ismed tidak kabur.
Polindes tersebut berjarak lebih kurang 1,5 kilometer dari kios tempat Ismed dianiaya. Sesampai di halaman polindes, Is menarik paksa Ismed ke depan pintu polindes dengan cara menarik bajunya.
Is lagi-lagi memaki Ismed serta melayangkan tangannya sebanyak dua kali. Pukulan tersebut hanya mengenai bagian belakang badan Ismed karena Ismed berusaha melindungi wajahnya.
Suasana polindes saat itu tampak remang-remang. Is berteriak memanggil MT keluar, bidan desa yang sebelumnya sempat diwawancarai oleh Is.
Melihat kedatangan Ismed, MT pun mencak-mencak dan melontarkan kata-kata yang isinya memojokkan Ismed karena Ismed telah menulis berita tentang kondisi polindes yang dinilai menyudutkan.
Ismed sempat terlibat adu mulut dengan dengan Is dan Mt sampai akhirnya seseorang yang merupakan warga setempat tiba-tiba nimbrung lantas ikut memarahi Ismed karena dianggap mencampuri urusan desa orang lain dengan menayangkan berita miring terkait polindes.
Is akhirnya beranjak pergi setelah memberi ultimatum agar Ismed merekam video permintaan maaf karena telah meliput di desa orang lain tanpa izin.
Ia diberi tenggat waktu hingga tengah malam jika tidak Is mengancam akan menyambangi rumahnya.
Tidak lama kemudian, anak laki-laki Mt tiba-tiba mengamuk dan terdengar memukul sesuatu seperti daun pintu serta mengancam akan mengambil parang.
Parang tersebut sempat dibawa keluar dari dalam polindes, tetapi Mt segera menahan dengan cara merangkul anaknya dari belakang lantas meminta Ismed segera pergi dari tempat itu.
Penganiayaan yang dialami oleh Ismed dilakukan oleh Is di depan istri Ismed. Is bahkan sempat mengancam akan menceburkan perempuan itu ke dalam sumur apabila berani merekam tindakan kekerasan yang dia lakukan.
Pada malam yang sama, Ismed melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke polsek setempat. Info terakhir menyatakan bahwa kepolisian telah memanggil empat orang saksi terkait kasus ini.
Perlu ditegaskan kembali bahwa dalam menjalankan tugasnya, jurnalis dilindungi hukum yang dapat dilihat ketentuannya pada pasal 8 UU Pers (UU No. 40/1999).
Konsekuensi dari adanya perlindungan hukum ini menegaskan, terhadap jurnalis tidak boleh dilakukan penghalangan, sensor, perampasan peralatan, penahanan, penangkapan, penyanderaan, penganiayaan apalagi pembunuhan sejauh kerja-kerja jurnalistik yang ditempuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jurnalistik.
Selain itu, hukum di Indonesia juga mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi sebagai yang ditegaskan di dalam pasal 4 UU Pers.
Dalam UU yang sama, pasal 18 ayat 1 menyatakan setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam dengan hukuman pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Penganiayaan yang dilakukan oleh Is juga melanggar aspek pidana sebagaimana diatur di dalam KUHP.
Berkenaan dengan perkara ini, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mendesak kepolisian memproses hukum pelaku penganiayaan terhadap Ismail M. Adam alias Ismed secara UU Pers dan KUHP.
Mengimbau seluruh masyarakat termasuk aparatur pemerintahan serta aparat penegak hukum agar menghormati setiap kerja jurnalistik yang dilaksanakan berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagai bentuk pengakuan terhadap kemerdekaan pers.
Apabila terdapat pihak yang keberatan dengan kerja jurnalistik atau pemberitaan, terdapat mekanisme seperti yang telah diatur UU Pers dengan menggunakan hak jawab/koreksi atau melakukan pengaduan ke Dewan Pers.
Mengutuk segala bentuk tindakan yang mengarah kepada penghalang-halangan kerja jurnalistik.
Mengimbau para jurnalis selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Mengimbau para jurnalis yang menjadi korban kekerasan melapor setiap bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan.
KKJ Aceh merupakan bagian dari KKJ Indonesia. KKJ Aceh dideklarasikan 14 September 2024, yang beranggotakan empat organisasi profesi jurnalis, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh serta Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh.
Selanjutnya, tiga organisasi masyarakat sipil, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).



