Sabang, Infoaceh.net – Pagi itu, suara sapu lidi, obrolan ringan, dan tawa bercampur dengan aroma cat baru di udara.
Sejumlah pekerja dan pegawai dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun tangan membersihkan dan mengecat “Tangga Tujuh” yang memiliki sejarah penting dalam perkembangan Kota Sabang.
Jalan setapak yang ratusan anak tangga itu, dulu sempat menjadi jalur alternatif penting dan tergolong padat kini hanya menjadi saksi bisu kejayaan Sabang di masa kolonial Belanda.
Di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Sabang, Organisasi Perangkat Daerah Kota Sabang melakukan aksi swadaya untuk mempercantik salah satu ikon bersejarah kota Sabang.
Hal ini dilakukan bukan sekadar mempercantik tampilan tangga dengan warna-warni ceria, tetapi juga sebagai wujud rasa memiliki terhadap warisan sejarah kota.
Kepala Dinas PUPR Luqmanul Hakim ST MT turun langsung kelokasi sambil memberikan arahan kepada pekerja yang tengah membersihkan untuk persiapan pengecatan.
Sesekali ia juga ikut memegang kuas, sembari mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
“Selain memperingati kemerdekaan, ini juga bentuk kepedulian kita menjaga peninggalan yang menjadi kebanggaan warga Sabang,” ujarnya, Senin (11/8) sambil menyeka keringat di dahi.
Saat turut didampingi oleh Ir Sawidar MT yang tidak lain merupakan Kabid Cipta Karya PUPR, juga ikut ambil bagian dalam mengarahkan dan mengkombinasi warna pada setiap bagian anak tangga di lokasi tersebut.
Sawidar yang merupakan Alumni arsitek Universitas Syiah Kuala itu tampak mengarahkan pekerja sambil memastikan cat merata hingga ke sudut-sudut anak tangga.
“Kalau warnanya cerah, ‘Tangga Tujuh” bukan hanya indah di mata, tapi juga membawa energi positif bagi yang melaluinya,” katanya.
Bagi warga, Tangga 7 bukan sekadar jalur alternatif yang menghubungkan Kuta Ateuh dengan pusat perdagangan di Kuta Barat dan Kuta Timur.
Ia adalah jejak masa lalu yang kini kembali berwarna secara harfiah.
Dengan semarak warna warni, akan memberikan kesan ceria bagi yang melintas. Bahkan tak jarang warga tampak berhenti sejenak, sambil memperhatikan para pekerja yang tengah membuat “Tangga Tujuh” itu lebih berwarna dari biasanya.
Bahkan ada yang memotret. “Bagus sekali, seperti pelangi. Nanti bisa jadi tempat foto,” ujar warga yang melintas di sekitar lokasi.
Dengan wajah barunya, “Tangga Tujuh” bukan hanya menyimpan cerita masa lalu, tetapi juga menjadi simbol bahwa gotong royong dan kepedulian bisa menghidupkan kembali sejarah untuk generasi mendatang.



