Jakarta, Infoaceh.net —Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI resmi menjatuhkan sanksi berat kepada sejumlah penyelenggara pemilu di Aceh.
Vonis itu dibacakan dalam sidang putusan yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Putusan ini merupakan bagian dari rangkaian sidang terhadap sembilan perkara dengan total 46 teradu dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua dan Anggota Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Banda Aceh saat Pilkada 2024 lalu.
Panwaslih Banda Aceh Dinyatakan Bersalah
Dalam perkara Nomor 50-PKE-DKPP/II/2025, DKPP menyatakan Ketua Panwaslih Banda Aceh, Indra Milwady, serta sejumlah anggotanya, termasuk Ummar, terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Mereka dinyatakan tidak layak untuk kembali menjadi penyelenggara pemilu pada periode berikutnya.
Majelis menilai Panwaslih Banda Aceh gagal menjalankan fungsi pengawasan, khususnya terkait dugaan praktik politik uang atau money politic yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Banda Aceh nomor urut 01, Illiza Sa’aduddin Djamal – Afdhal Khalilullah pada Pilkada 2024.
Laporan masyarakat yang masuk dinilai tidak ditindaklanjuti secara serius oleh Panwaslih, sehingga mencederai integritas pemilu.
Sidang pembacaan putusan dipimpin langsung Ketua DKPP Heddy Lugito, didampingi anggota majelis Ratna Dewi Pettalolo dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
DKPP menegaskan bahwa setiap putusan dibacakan secara terbuka untuk menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Putusan lengkap dapat diakses publik melalui situs resmi dan kanal YouTube DKPP,” ujar Heddy.
Meski terbukti melanggar etik, dua di antara teradu justru telah menempati jabatan baru.
Indra Milwady kini ditunjuk Wali Kota Sabang, Illiza Sa’aduddin Djamal, sebagai Dewan Pengawas RSUD Meuraxa. Sementara Ummar telah dilantik sebagai anggota Komisioner Baitul Mal Kota Banda Aceh.
Perkara ini bermula dari laporan seorang warga, Yulindawati, yang disidangkan pertama kali di Kantor KIP Aceh, Banda Aceh, pada 17 Juli 2025.
Ia mengadukan Indra Milwady dan empat anggota Panwaslih lainnya: Efendi, Hidayat, Idayani, dan Ummar.
Dalam aduannya, Yulindawati menegaskan Panwaslih tidak serius, tidak profesional, dan tidak transparan menindaklanjuti laporan dugaan politik uang.
Ia bahkan menyertakan bukti berupa video yang memperlihatkan seorang warga menerima uang Rp200 ribu dari Cut Hera, yang disebut sebagai bagian dari tim kampanye Illiza–Afdhal. Lokasi transaksi disebut terjadi di warung kopi Dek Gus, baik di ruang VIP maupun area belakang.
“Kami tidak hanya menyampaikan ini lisan, tetapi juga menyertakan video sebagai real pembuktian. Video ini bahkan sudah beredar luas di masyarakat,” ungkap Yulindawati.
DKPP: Integritas Penyelenggara Harus Dijaga
Majelis DKPP berpendapat dalam amar putusan, mereka menilai Panwaslih Kota Banda Aceh seharusnya menindaklanjuti setiap laporan masyarakat, apalagi dengan adanya bukti video yang jelas.
Kelalaian tersebut dianggap mencederai asas integritas, profesionalitas, dan transparansi penyelenggara pemilu.
Putusan ini sekaligus menjadi peringatan bagi penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia agar tidak abai terhadap laporan dugaan pelanggaran, terutama yang berkaitan dengan politik uang.



