JAKARTA, Infoaceh.net – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan agar pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) tidak keluar dari kesepakatan yang telah diatur dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
“Apabila Undang-Undang Pemerintahan Aceh itu direvisi, prinsipnya ialah seperti saya katakan tadi, selama itu tidak bertentangan dengan MoU di Helsinki, maka itu dapat dilakukan,” ujar JK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Pernyataan itu disampaikan JK usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang tengah membahas revisi UU Pemerintahan Aceh.
MoU Helsinki sendiri merupakan perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Kesepakatan ini menjadi tonggak berakhirnya konflik bersenjata puluhan tahun di Aceh.
Sesuaikan dengan Zaman, Jangan Keluar dari Kesepakatan
JK memahami revisi UUPA merupakan hal wajar untuk menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman.
Namun, ia menegaskan semangat dari revisi itu tetap harus berpijak pada tujuan awal perjanjian damai, yakni menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.
“Tapi tetap tujuannya bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. Itu prinsip dasarnya,” kata JK yang dikenal sebagai tokoh kunci dalam proses perdamaian Aceh.
Menurutnya, baik MoU Helsinki maupun UUPA pada hakikatnya lahir untuk memastikan rakyat Aceh mendapatkan keadilan, keamanan, dan kesejahteraan setelah konflik panjang.
“Setiap revisi tentu bisa sesuai dengan zamannya. Tapi dengan syarat melihat Aceh ke depan, melihat Indonesia ke depan. Jadi tidak ke belakang lagi, karena ke belakang sudah selesai. Kita selalu prinsipnya ke depan,” ujarnya menambahkan.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyampaikan pembahasan revisi UUPA mencakup sejumlah isu strategis, antara lain kewenangan pemerintahan Aceh, pengelolaan sumber daya alam, penggunaan dana otonomi khusus (Otsus), partai politik lokal, hingga penyesuaian kelembagaan dan qanun.
“Kami mengharapkan masukan dari Muhammad Jusuf Kalla terhadap substansi yang mencakup kewenangan pemerintahan Aceh, pengelolaan sumber daya alam, dana otonomi khusus, partai politik lokal, serta penyesuaian kelembagaan dan peraturan daerah atau qanun,” kata Bob Hasan di ruang rapat.
Pembahasan revisi ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola pemerintahan Aceh, sekaligus tetap menjaga ruh perdamaian yang sudah berjalan hampir dua dekade sejak penandatanganan MoU Helsinki.
JK menegaskan pentingnya menjaga konsistensi antara MoU Helsinki dengan produk hukum yang berlaku. Ia mengingatkan, bila revisi justru bertentangan dengan kesepakatan, maka bisa memunculkan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat Aceh.
“Perjanjian itu dibuat untuk perdamaian yang permanen, jadi jangan sampai langkah yang diambil justru membuka ruang kegelisahan baru,” kata JK.
Sejauh ini, menurut JK, pembahasan di DPR masih berada di jalur yang benar karena menekankan penyesuaian aturan tanpa mengurangi substansi perdamaian.



