Banda Aceh, Infoaceh.net – Di Indonesia, tenaga honorer adalah wajah kesetiaan. Mereka hadir setiap hari di sekolah, puskesmas, kantor pemerintahan, dan berbagai instansi, meski hanya digaji minim, tanpa kepastian status, dan masa depan yang buram.
Mereka adalah garda depan pelayanan publik. Namun, ada luka yang masih terasa: pilihan jalur berbeda, nasib pun berbeda.
Sorotan ini disampaikan oleh Drs. Isa Alima, pemerhati kebijakan publik di Aceh. Ia menilai ada ketimpangan dalam kebijakan pemerintah terkait tenaga honorer.
“Realitasnya, sama-sama honorer dengan masa pengabdian lebih dari dua tahun. Yang ikut tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tanpa formasi bisa mendapat status PPPK paruh waktu. Tapi yang memilih jalur CPNS tidak ada usulan skema paruh waktu. Padahal keduanya sama-sama honorer,” ujarnya, Sabtu (13/9/2025).
SK MenPAN RB Nomor 16 Tahun 2025: Harapan yang Belum Merata
Pada 13 Januari 2025, MenPAN RB Rini Widyantini menerbitkan SK Nomor 16 Tahun 2025 tentang PPPK Paruh Waktu.
Aturan ini membuka peluang bagi honorer yang gagal memperoleh formasi penuh untuk tetap diangkat sebagai ASN paruh waktu.
Adapun syaratnya antara lain:
Kualifikasi pendidikan sesuai jabatan.
Terdata di database BKN atau memiliki masa kerja minimal dua tahun saat mendaftar ASN 2024.
Peserta CPNS 2024 yang tidak lulus, atau peserta PPPK 2024 yang tidak mendapat lowongan.
Dalam SK tersebut diatur masa kerja satu tahun yang dapat diperpanjang, penyesuaian jam kerja, serta upah minimum setara honor atau UMR, lengkap dengan tunjangan dan fasilitas.
Meski demikian, menurut Isa Alima, implementasinya tidak sejalan dengan semangat aturan. “Peserta CPNS seharusnya juga tersentuh, karena jelas disebut dalam SK. Tetapi kenyataannya tidak diakomodir,” katanya.
Luka di Tengah Pengabdian
Bagi para guru honorer di pedalaman Aceh yang mengajar dengan biaya pribadi dan menerima honor lebih kecil dari buruh, ketidakadilan ini sungguh menyakitkan.
Begitu juga tenaga kesehatan di pelosok yang merawat pasien dengan peralatan seadanya, namun status mereka tetap tidak jelas.
“Harus ada kebijakan yang menjembatani. Jangan karena beda jalur—PPPK atau CPNS—nasib mereka berbeda. Keadilan itu soal hati, soal penghargaan terhadap pengabdian,” tegas Isa Alima.
Seruan Keadilan dari Aceh
Aceh kembali melantangkan suara untuk keadilan. Menurut Isa Alima, pemerintah pusat tidak boleh menutup mata terhadap aspirasi ini.
“Jangan biarkan honorer yang memilih CPNS merasa dipinggirkan. Mereka juga pantas mendapat ruang dalam skema PPPK paruh waktu. Jika tidak, kebijakan ini akan melahirkan jurang baru,” ujarnya.
Menutup Jurang, Merajut Keadilan
Kini, bola ada di tangan pemangku kebijakan. SK MenPAN RB 16/2025 jelas mengatur ruang untuk semua honorer, tetapi implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.
Honorer adalah denyut pelayanan publik, saksi pengabdian tanpa pamrih. Jika negara tidak menghadirkan keadilan, luka mereka akan terus terbuka.
Harapan dari Aceh ini mengalir ke seluruh Nusantara: jadikan SK MenPAN RB Nomor 16 Tahun 2025 sebagai jembatan, bukan tembok. Semua honorer—baik jalur PPPK maupun CPNS—berhak mendapatkan kepastian dan penghargaan yang sama.



