INFOACEH.netINFOACEH.netINFOACEH.net
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Dunia
  • Umum
  • Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Gaya Hidup
Cari Berita
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Font ResizerAa
Font ResizerAa
INFOACEH.netINFOACEH.net
Cari Berita
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Luar Negeri
  • Umum
  • Biografi Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Kesehatan & Gaya Hidup
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Rights Reserved.
Opini

Prabowo Perlu Belajar dari Sultan Iskandar Muda

Last updated: Senin, 10 November 2025 02:48 WIB
By Redaksi - Wartawati Infoaceh.net
Share
Lama Bacaan 8 Menit
#image_title
SHARE
Oleh: Sri Radjasa Chandra (Pemerhati Intelijen)

SETIAP bangsa yang sedang sakit membutuhkan obat yang tidak biasa. Dalam situasi ketika hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, ketika korupsi telah menjelma menjadi budaya, dan ketika para elit bersekongkol menindas kepentingan publik, langkah-langkah normal tak lagi mampu menyelamatkan negeri.

Bangsa yang terluka memerlukan pemimpin yang berani menempuh jalan yang dianggap “gila”—bukan kehilangan nalar, tetapi justru memiliki kewarasan yang melampaui politik kepura-puraan.

Menjaga Damai di Tengah Bencana, Menahan Diri dari Segala Provokasi

Hari ini, Indonesia berada di titik yang mengkhawatirkan. Hukum seringkali tak lagi menjadi alat keadilan, tetapi perisai bagi kekuasaan. Oligarki menguasai sumber daya ekonomi dan politik, sementara rakyat kecil hanya menjadi statistik dalam laporan pembangunan.

- ADVERTISEMENT -

Demokrasi yang dulu diharapkan menjadi sarana pembebasan kini berubah menjadi teater kekuasaan—tempat partai dan elit politik memperjualbelikan suara rakyat.

Laporan Transparency International 2024 menunjukkan Indonesia turun ke peringkat 115 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Penurunan ini menjadi sinyal keras bahwa korupsi bukan lagi perilaku menyimpang, melainkan sistem yang hidup dan beranak-pinak dalam birokrasi.

- ADVERTISEMENT -
Danrem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Ali Imran. (Foto: Ist)
Kontroversi Ali Imran: Putra Aceh yang Bangkitkan Kembali Militerisme Pascakonflik

Di sisi lain, ketimpangan sosial terus melebar—sepuluh persen penduduk terkaya menguasai lebih dari tujuh puluh persen kekayaan nasional.

Dalam situasi seperti ini, bangsa ini tidak butuh presiden yang pandai beretorika. Kita memerlukan pemimpin yang “gila” dalam arti sesungguhnya: gila dalam keberanian moral, gila dalam menegakkan keadilan, dan gila dalam membela rakyat tanpa pamrih. Pemimpin yang tidak takut kehilangan jabatan demi mempertahankan kebenaran.

Sayangnya, yang sering muncul justru mereka yang sekadar “berperan gila”: tampil sederhana di depan kamera, berbicara lantang soal perubahan, namun di belakang layar bersekutu dengan oligarki dan dinasti politik yang sama.

Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di Aceh. Aparat TNI merampas dan merusak alat kerja jurnalis saat peliputan situasi pascabencana di Aceh Utara. (Foto: Ist)
Pers Dibungkam dan Alat Kerja Dirampas, Jurnalis Aceh Kembali Jadi Korban Kekerasan TNI Pascabencana

Bangsa yang sedang sakit tidak akan sembuh jika diserahkan kepada dokter yang hanya pandai menenangkan gejala, bukan menyembuhkan penyakit.

- ADVERTISEMENT -

Dalam konteks kenegaraan, penyakit itu bernama kompromi moral—kebiasaan pemimpin untuk menunda kebenaran demi stabilitas, mengorbankan keadilan demi elektabilitas.

Padahal sejarah menunjukkan, bangsa-bangsa besar lahir dari keberanian untuk menempuh langkah yang dianggap gila oleh zamannya. Thomas Jefferson berani menantang monarki Inggris dan mendirikan republik.

Mahatma Gandhi memilih perlawanan tanpa kekerasan dan dianggap gila oleh penjajah Inggris. Nelson Mandela dicap pengkhianat karena menolak tunduk pada apartheid. Semua dianggap gila—hingga sejarah membuktikan bahwa kegilaan mereka adalah kewarasan moral yang menyelamatkan bangsanya.

Belajar dari Sultan Iskandar Muda

Dalam sejarah Nusantara, kita punya teladan yang kerap dilupakan: Sultan Iskandar Muda, penguasa Kesultanan Aceh Darussalam (1607–1636).

Ia naik tahta pada masa kekacauan: rakyat kelaparan, bangsawan berkhianat, dan kekayaan negeri dikuasai oligarki lokal. Di usia muda, Iskandar Muda mengambil langkah yang pada zamannya dianggap “gila”. Ia menghukum mati para ulee balang pembangkang, menyita kekayaan kaum kaya yang menimbun bahan pokok, dan mendistribusikannya kembali kepada rakyat miskin.

Langkah radikal itu berhasil mengakhiri kelaparan dan menegakkan kembali wibawa hukum. Dalam waktu singkat, Aceh bangkit menjadi kerajaan maritim terkuat di Asia Tenggara—menguasai jalur perdagangan dari Selat Malaka hingga pantai India.

Namun, puncak kegilaan moral Iskandar Muda terlihat ketika ia menghukum mati putranya sendiri, Meurah Pupok, karena melanggar hukum.

Dari peristiwa itu lahirlah ungkapan Aceh yang abadi: “Mate aneuk meupat jerat, gadoh adat pat tajak mita.”
(Mati anak ada kuburnya, hilang adat ke mana hendak dicari.)

Ungkapan itu bukan sekadar pepatah, tetapi prinsip kenegaraan tertinggi: bahwa hukum dan keadilan harus berdiri di atas segalanya, bahkan di atas cinta seorang ayah terhadap anaknya sendiri. Itulah bentuk kegilaan yang sejati—kegilaan yang menyelamatkan bangsa.

Bandingkan dengan keadaan kita hari ini. Ketika anak pejabat tersandung hukum, yang pertama dilakukan bukan introspeksi, melainkan lobi.

Ketika keluarga penguasa terlibat konflik kepentingan, hukum justru mencari cara untuk membenarkan, bukan menegakkan. Pemimpin lebih takut kehilangan citra daripada kehilangan nurani.

Dalam filsafat politik, Plato menyebut pemimpin ideal sebagai philosopher king—raja filsuf yang mencintai kebenaran melebihi kekuasaan.

Namun dalam praktik demokrasi kita, yang lahir justru political merchant, pedagang politik yang menukar nilai dengan transaksi kekuasaan. Rasionalitas mereka berhenti pada hitungan untung-rugi, bukan pada panggilan moral.

Padahal, seperti dikatakan Max Weber, kekuasaan sejati hanya memiliki legitimasi jika dilandasi ethical responsibility—tanggung jawab etis yang melampaui kepentingan pribadi. Ketika pemimpin mengabaikan tanggung jawab itu, ia bukan lagi bagian dari solusi, tetapi menjadi bagian dari masalah itu sendiri.

Negara dan Kegilaan Moral

Negara yang sehat memang memerlukan rasionalitas politik. Namun rasionalitas itu akan kehilangan makna tanpa keberanian moral. Dalam politik modern, terlalu banyak pemimpin yang bersembunyi di balik kata “realistis”—istilah yang sering dipakai untuk membenarkan ketakutan. Mereka berkata tak bisa melawan sistem karena “itulah kenyataan politik”. Padahal, justru kenyataan itulah yang seharusnya diubah.

Kegilaan yang dibutuhkan bangsa ini adalah kegilaan moral: keberanian untuk membalikkan logika ketakutan menjadi ketegasan, logika kompromi menjadi keberpihakan, dan logika kekuasaan menjadi pengabdian. Pemimpin yang benar-benar “gila” bukan yang berteriak lantang di depan kamera, tetapi yang berani mengambil keputusan tak populer demi kebenaran.

Socrates pernah berkata, “The unexamined life is not worth living.” Kehidupan politik yang tak diperiksa nuraninya pun tak layak dijalani. Bangsa yang enggan memeriksa moral pemimpinnya akan terseret dalam ilusi kemajuan yang kosong.

Kita bisa saja membangun jalan tol, jembatan, atau bandara baru, tetapi tanpa keadilan sosial dan moralitas publik, semua itu hanya menjadi hiasan di tubuh bangsa yang sekarat.

Negeri ini membutuhkan presiden yang berani melawan dirinya sendiri—berani kehilangan kekuasaan demi kejujuran, dan lebih takut pada sejarah daripada pada survei elektabilitas. Presiden yang “gila” karena terlalu waras untuk membiarkan bangsanya jatuh lebih dalam.

Bangsa besar tidak dibangun oleh pemimpin yang berpura-pura waras, tetapi oleh mereka yang berani “gila” dalam menegakkan kebenaran.

Dalam setiap bab sejarah manusia, selalu ada tokoh yang dianggap gila oleh sezamannya, namun kemudian terbukti menjadi penyelamat bangsanya.

Kewarasan Baru untuk Indonesia

Kita tidak kekurangan orang pintar. Yang kita kekurangan adalah orang yang berani “gila” secara moral. Ketika politik berubah menjadi industri kekuasaan, hukum kehilangan arah, dan rakyat dijadikan komoditas elektoral, maka keberanian menjadi satu-satunya bentuk kewarasan yang tersisa.

Bangsa ini tidak akan diselamatkan oleh presiden yang pura-pura gila untuk menarik simpati rakyat. Bangsa ini hanya bisa diselamatkan oleh presiden yang benar-benar “gila”—karena hanya kegilaan yang lahir dari nurani mampu memulihkan kewarasan bangsa yang sedang sekarat.

Jika Prabowo ingin dikenang bukan sekadar sebagai presiden, tetapi sebagai pemimpin sejarah, maka ia perlu belajar dari Sultan Iskandar Muda: berani gila demi kebenaran, bukan demi kekuasaan.

TAGGED:Ethical Responsibility Max WeberHukum Alat KekuasaanIndeks Persepsi Korupsi 2024Keberanian Moral PolitikKegilaan Moral PemimpinKepemimpinan Thomas JeffersonKritik Presiden Prabowo SubiantoMahatma GandhiMate Aneuk Meupat Jerat Gadoh Adat Pat Tajak MitaNelson MandelaOligarki IndonesiaPhilosopher King PlatoPolitical MerchantReformasi Hukum 1998Sri Radjasa Chandra Pemerhati IntelijenSultan Iskandar Muda Teladan Kepemimpinanwww.infoaceh.net
Previous Article Ledakan terjadi di pabrik es kristal dan depot air minum isi ulang Zam-Zam Mia, Gampong Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Ahad siang (9/11) sekitar pukul 12.25 WIB. (Foto: Ist) Ledakan Guncang Pabrik Es Kristal di Aceh Barat, Dua Pekerja Terluka
Next Article Wagub Aceh Fadhlullah menyerahkan hadiah saat menghadiri penutupan Turnamen Futsal Jeumala Cup XIV di Embassy Sport Center Lamgugob, Banda Aceh, Ahad (9/11). Turnamen Futsal Jeumala Cup XIV Ditutup, Wagub Fadhlullah: Ajang Silaturahmi dan Sportivitas Alumni

Populer

Siapa Andini Permata Videonya Berdurasi 2 Menit 31 Detik Bareng Adiknya Viral di Medsos
Umum
Siapa Andini Permata? Sosok Fiktif di Balik Video 2 Menit 31 Detik yang Jadi Umpan Penipuan Digital
Jumat, 11 Juli 2025
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem bersama kedua istrinya, Marlina Usman atau Kak Ana (Ketua TP PKK Aceh) dan Salmawati SE atau Bunda Salma (Anggota Komisi III DPRA). (Foto: Ist)
Aceh
Dua First Lady Aceh: Antara Kak Ana dan Bunda Salma, Siapa Paling Berpengaruh?
Kamis, 3 Juli 2025
Viral Link Video Syakirah Versi Terbaru Berdurasi 16 Menit Beredar di X dan TikTok
Umum
Viral Link Video Syakirah Versi Terbaru Berdurasi 16 Menit Beredar di X dan TikTok
Rabu, 28 Mei 2025
Aceh
Lebih Sebulan Pascabencana, Sejumlah Desa di Aceh Tengah Masih Terisolir
Minggu, 28 Desember 2025
Selebgram Malaysia Izza Fadhila jadi sorotan usai video 13 menit yang diduga menampilkannya viral dan menuai hujatan netizen.
Umum
13 Menit Izza Fadhila: Selebgram Malaysia Viral, Netizen Geger Konten Tak Pantas
Senin, 28 Juli 2025

Paling Dikomentari

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad saat melepas pelari bercelana pendek di event olahraga FKIJK Aceh Run 2025 yang digelar di lapangan Blang Padang Banda Aceh, Ahad pagi (11/5). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
Olahraga

Tanpa Peduli Melanggar Syariat, Wagub Fadhlullah Lepas Pelari Bercelana Pendek di FKIJK Aceh Run

Sabtu, 11 Oktober 2025
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil
Aceh

Komisi III DPR RI Minta Polisi Tangkap Gubsu Bobby Terkait Razia Mobil Plat Aceh

Minggu, 28 September 2025
UMKM binaan BRI sukses ekspansi pasar Internasional
Ekonomi

Negara Diam, UMKM Digasak Shopee-Tokopedia-TikTok

Jumat, 25 Juli 2025
Anggun Rena Aulia
Kesehatan & Gaya Hidup

Serba Cepat, Serba Candu: Dunia Baru Gen Z di Media Sosial

Minggu, 19 Oktober 2025
Fenomena penggunaan jasa joki akademik di kalangan dosen untuk meraih gelar profesor mulai menjadi sorotan di Aceh. (Foto: Ilustrasi)
Pendidikan

Fenomena Joki Profesor di Aceh: Ancaman Serius bagi Marwah Akademik

Jumat, 12 September 2025
FacebookLike
XFollow
PinterestPin
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TiktokFollow
TelegramFollow
WhatsAppFollow
ThreadsFollow
BlueskyFollow
RSS FeedFollow
IKLAN HARI PAHLAWAN PEMKO
IKLAN PEMKO SABANG SUMPAH PEMUDA
IKLAN BANK ACEH HARI SANTRI
IKLAN DJP OKTOBER 2025

Berita Lainnya

Insiden bentrokan antara aparat TNI dan warga sipil terjadi di kota Lhokseumawe dan Aceh Utara karena pengibaran bendera Bulan Bintang, Kamis (25/12). (Foto: Ist)
Aceh

Bendera Bulan Bintang Picu Bentrokan, Warga Bawa Bantuan Banjir Terluka Dipukul TNI dengan Popor Senjata

Jumat, 26 Desember 2025
Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran turun langsung memimpin pasukan TNI bersenjata untuk membubarkan aksi massa yang membawa dan mengibarkan bendera Bulan Bintang di Simpang Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Kamis (25/12). (Foto: Ist)
Umum

Kolonel Ali Imran vs Bendera GAM: Jejak Kopassus Putra Aceh yang Bubarkan Massa Pengibar Bulan Bintang

Kamis, 25 Desember 2025
Detasemen Gegana Satuan Brimob Polda Aceh melaksanakan kegiatan sterilisasi di sejumlah gereja yang berada di Banda Aceh, Kamis (25/12).
Umum

Jamin Ibadah Natal Aman, Detasemen Gegana Brimob Aceh Sterilkan Gereja

Kamis, 25 Desember 2025
Da'i kondang asal Riau, Ustaz Abdul Somad (UAS) tiba di Aceh melalui Bandara SIM Blang Bintang, Aceh Besar, Kamis (25/12). (Foto: Ist)
Syariah

UAS Isi Tausiah Peringatan 21 Tahun Tsunami Aceh di Masjid Raya Baiturrahman ‎

Kamis, 25 Desember 2025
Puluhan aparat TNI bersenjata lengkap membubarkan aksi sekelompok massa membawa bendera bulan bintang di Simpang Kandang, Gampong Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, Kamis (25/12/2025).
Aceh

Dipimpin Danrem, TNI Bersenjata Bubarkan Massa Bawa Bendera GAM di Lhokseumawe

Kamis, 25 Desember 2025
Seorang oknum dosen UTU Meulaboh, Aceh Barat dilaporkan ke polisi oleh mantan istrinya, Sausan, atas dugaan melarikan anak hasil perkawinan mereka. (Foto: Ist)
Umum

Larikan Anak dari Ibunya, Oknum Dosen UTU Meulaboh dan Istri Mudanya Dipolisikan

Rabu, 24 Desember 2025
Permukiman warga di Kabupaten Pidie Jaya (Pijay), kembali diterjang banjir akibat sungai meluap pada Rabu sore (24/12/2025). (Foto: Ist)
Aceh

Sungai Meluap, 20 Desa di Pidie Jaya Kembali Diterjang Banjir

Rabu, 24 Desember 2025
Negara berhasil merebut kembali ratusan ribu hektare kawasan hutan yang selama ini dikuasai swasta dan menyelamatkan Rp6,6 triliun kerugian keuangan negara. (Foto: Ist)
Nasional

Hutan yang Dikuasai Swasta Direbut Kembali, Kerugian Negara Rp6,6 Triliun Diselamatkan

Rabu, 24 Desember 2025
TAMPILKAN LAINNYA
INFOACEH.netINFOACEH.net
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Right Reserved.
Developed by PT. Harian Aceh Indonesia
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
Logo Info Aceh
Selamat datang di Website INFOACEH.net
Username atau Email Address
Password

Lupa password?