Tapaktuan, Infoaceh.net — Polemik dugaan pemotongan dana program saluran irigasi di Kabupaten Aceh Selatan terus bergulir.
Forum Masyarakat Anti Korupsi (FORMAKI) tidak lagi sekadar mengeluarkan kecaman, tetapi kini menurunkan tim investigasi khusus untuk menelusuri potensi penyimpangan yang diduga telah berlangsung sistematis melalui jalur Pokok-pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Langkah investigatif yang dimulai pada Jum’at, 14 November 2025, ini menjadi respons atas mencuatnya isu pemotongan hingga 40 persen dari dana saluran irigasi (Aneuk Lueng) yang seharusnya diterima penuh oleh kelompok petani di sejumlah gampong.
Dugaan Skema Pemotongan Terstruktur
Dalam pernyataan resminya, FORMAKI menyebut bahwa mereka telah mengantongi dokumen dan daftar penerima Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) berdasarkan Kepmen PU 622/KPTS/M/2025 dan 877/KPTS/M/2025, yang mencantumkan 16 Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Kabupaten Aceh Selatan sebagai penerima bantuan dana Rp195 juta per kelompok.
Data itu menjadi dasar FORMAKI mengirim tim investigasi ke wilayah Kluet Selatan, Kluet Timur, Kluet Utara dan Samadua.
“Selama ini dugaan praktik pemotongan hanya berputar di ruang publik. Kini kami mengumpulkan fakta lapangan untuk membuktikan apakah benar terdapat praktik komersialisasi Pokir yang melibatkan makelar dan tim sukses,” ujar Juru Bicara FORMAKI dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/11/2025).
FORMAKI: Pokir Jangan Jadi Ladang Jual-Beli Proyek
Ketua FORMAKI, Alizamzam, menegaskan pihaknya melihat indikasi kuat bahwa skema penyaluran Pokir telah berubah dari fasilitasi aspirasi menjadi ruang bisnis kelompok tertentu.
“Tidak boleh ada yang memainkan hak petani. Dana itu harus 100 persen masuk ke kelompok, bukan disunat untuk kepentingan siapa pun,” tegasnya.
Menurutnya, pola pemotongan dana bantuan hanya dapat berjalan bila ada tekanan, intimidasi, atau permainan di tingkat aktor yang mengklaim memiliki “akses politik”.
FORMAKI juga memberi peringatan kepada pengurus P3A agar tidak terjebak memberikan keterangan palsu, sekalipun ada tekanan dari pihak tertentu.
“Kami hadir untuk melindungi petani. Berbohong atau menutupi fakta justru membuka risiko pidana bagi pengurus P3A. Kami ingin mereka bicara apa adanya,” tambah FORMAKI.
Setelah proses pemeriksaan di 16 titik rampung, FORMAKI berencana menyusun laporan investigasi komprehensif—termasuk testimoni petani, dokumen pencairan, dan dugaan alur pemotongan—untuk dijadikan bahan dorongan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jika ada bukti yang mengarah pada korupsi, KPK harus turun tangan. Kasus ini tidak bisa dibiarkan hanya menjadi wacana atau klarifikasi tanpa kepastian,” tegas FORMAKI.



