Banda Aceh, Infoaceh.net – Dalam suasana sosial yang mudah menyala oleh kalimat-kalimat tak terukur, Drs. Isa Alima, pemerhati komunikasi publik, menyampaikan peringatan tegas yang menggema hingga ke ruang para pemangku amanah: jangan sekali-kali memainkan api di ruang publik.
Menurutnya, pernyataan pejabat publik yang memicu kegaduhan bukan hanya kelalaian, namun dapat dikategorikan sebagai “kejahatan komunikasi”, tindakan yang berpotensi mengancam ketertiban, merusak tatanan sosial, dan mengoyak kepercayaan rakyat.
Isa Alima menegaskan pejabat publik, anggota dewan terhormat, dan pemegang kewenangan memiliki tanggung jawab moral yang besar.
Satu kalimat dapat menjadi penyejuk negeri, tetapi satu kalimat yang salah dapat menjadi bara yang merambat cepat.
“Setiap kata dari seorang pejabat adalah gelombang. Bila kata itu melahirkan kegaduhan, itu bukan lagi sekadar salah ucap—itu adalah kelalaian terhadap amanah,” ujarnya, Sabtu (15/11).
Ia mengingatkan para pejabat untuk berbicara dengan bijaksana dan terukur. Setiap ucapan harus memberikan kejernihan, bukan menambah kabut polemik.
Menjauhi pernyataan provokatif yang tak berbasis data. Narasi seperti itu hanya membuka celah perpecahan dan mengundang prasangka publik.
Mengutamakan ketenangan sosial di atas kepentingan politik sesaat. Pejabat publik bukan peniup bara, tetapi penjaga keteduhan.
Serta tidak mudah terprovokasi oleh statemen yang dapat memicu kegaduhan yang lebih besar.
Isa Alima menekankan pihak internal maupun eksternal dapat memanfaatkan ucapan tertentu untuk memecah suasana. Karena itu, kewaspadaan dan kejernihan sikap sangat diperlukan.
Menurut Isa Alima, tindakan komunikasi yang sembrono dapat berimplikasi pada pelanggaran etik, potensi masuknya ke ranah hukum serta kerusakan moral yang sulit dipulihkan.
Baginya, keretakan kepercayaan publik adalah luka terdalam yang seharusnya dihindari oleh setiap pemimpin.
“Kepercayaan itu kain halus,” tulisnya. “Sekali robek, ia tidak kembali seperti semula.”
Pemimpin Harus Menjadi Cahaya, Bukan Percikan Api
Dalam refleksi yang diperbarui dari tulisannya dahulu, Isa Alima menekankan bahwa pemimpin sejati adalah penjaga keteduhan ruang publik.
Jika suara seorang pejabat lebih sering memantik pertikaian daripada memberi arah, maka ia sedang menurunkan martabat jabatannya sendiri.
Ia menyeru para pemangku kepentingan untuk merawat ucapan sebagaimana merawat kehormatan, memeriksa setiap pernyataan sebelum dipublikasikan dan memastikan bahwa ruang publik tetap tenang dan bermartabat.
Mengakhiri pesannya, Isa Alima mengingatkan bahwa Aceh dan Indonesia membutuhkan suara yang menjernihkan, bukan yang mengoyak.
Suara yang menyatukan, bukan memecah. Suara yang menguatkan, bukan melemahkan.
“Jangan mainkan api di ruang publik, karena dari kata-kata pemimpin, rakyat belajar untuk percaya,” pungkasnya.



