Banda Aceh, Infoaceh.net — Suasana hening dan formal dalam rapat pembahasan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendadak berubah menjadi keributan yang mengejutkan pada Senin siang, 17 November 2025.
Insiden yang melibatkan Ketua DPRA, Zulfadli atau yang akrab disapa Abang Samalanga, dan Anggota DPRA dari Fraksi PKB, Muhammad Iqbal, itu disebut sebagai salah satu peristiwa paling memalukan yang pernah terjadi di gedung parlemen Aceh beberapa tahun terakhir.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, kejadian bermula ketika rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRA digelar di ruang kerja Wakil Ketua II DPRA, Ali Basrah.
Rapat tersebut dihadiri sejumlah anggota dewan lain, membahas poin-poin teknis penyusunan RKT tahun anggaran mendatang.
Menurut sumber internal yang berada di lokasi, suasana rapat sejak awal memang terasa cukup tegang. Beberapa anggota dewan disebut memiliki pandangan berbeda mengenai alokasi program dan prioritas anggaran, termasuk antara Abang Samalanga dan Muhammad Iqbal.
Meski demikian, tidak ada yang menyangka bahwa ketegangan itu akan berubah menjadi aksi saling lempar benda.
Adu Mulut Memuncak, Tutup Toples Melayang
Ketika memasuki sesi pembahasan poin krusial, perdebatan antara Ketua DPRA dan Muhammad Iqbal semakin panas. Nada suara keduanya naik, saling menyanggah, dan beberapa menit kemudian berubah menjadi adu mulut terbuka.
Dalam situasi yang semakin tak terkendali, tiba-tiba Zulfadli mengambil tutup toples kue yang berada di meja rapat dan melemparkannya ke arah Muhammad Iqbal. Lemparan itu tidak mengenai tubuh Iqbal, tetapi cukup untuk mengejutkan seluruh peserta rapat dan menjadi pemicu keributan yang lebih besar.
“Semua orang kaget. Tidak ada yang menduga Ketua akan melempar sesuatu,” ujar salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Muhammad Iqbal Membalas, Botol Air Ikut Terbang
Tidak terima dengan aksi tersebut, Muhammad Iqbal spontan meraih botol air mineral yang ada di depannya dan melemparkannya ke arah Ketua DPRA.
Beberapa sumber mengatakan botol itu sempat mengenai bagian tubuh Abang Samalanga, sementara sumber lain menyebut tidak mengenai sasaran.
Hingga kini belum ada keterangan resmi untuk memastikan versi mana yang benar.
Yang jelas, lemparan balasan itu membuat suasana benar-benar pecah.
Ruang Rapat Porak-poranda
Dalam beberapa detik, ruang kerja Wakil Ketua II DPRA berubah menjadi area penuh kekacauan. Toples kue terjatuh dan isinya berhamburan di lantai.
Beberapa dokumen rapat berserakan ke berbagai arah. Bahkan satu kaki sofa di ruangan tersebut dilaporkan patah, diduga akibat terdorong saat keributan terjadi.
“Ruangan seperti baru selesai dihantam badai kecil,” ujar seorang staf sekretariat yang melihat kondisi ruangan pasca-keributan.
Melihat situasi makin memanas, sejumlah anggota dewan langsung bergerak cepat memisahkan kedua belah pihak. Mereka berusaha menenangkan kondisi, sementara beberapa staf yang berada di luar ruangan sempat berlari masuk karena mendengar suara benda jatuh dan teriakan keras.
Setelah berhasil dilerai, Abang Samalanga tampak memilih meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ia berjalan menuju ruang kerjanya dengan wajah tegang. Sementara Muhammad Iqbal tetap berada di ruangan beberapa saat, dikelilingi beberapa anggota lain yang mencoba menenangkan suasana.
Peristiwa Memalukan di Lembaga Terhormat
Insiden ini segera menjadi perbincangan hangat di lingkungan sekretariat dan para staf DPRA. Banyak pihak menyayangkan terjadinya aksi saling lempar benda di lembaga legislatif yang seharusnya menjadi tempat diskusi, musyawarah, dan pengambilan keputusan dengan kepala dingin.
Sejumlah pegawai menyebut kejadian itu sebagai “peristiwa memalukan” yang berpotensi mencoreng kredibilitas lembaga di mata publik Aceh.
“Perbedaan pendapat itu wajar, tetapi sampai lempar-lemparan seperti ini sungguh memalukan,” ujar seorang pegawai DPRA.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Ketua DPRA Zulfadli maupun Muhammad Iqbal.
Pihak Sekretariat DPRA juga belum memberikan keterangan terkait langkah yang akan diambil—termasuk apakah insiden tersebut akan dibawa ke Badan Kehormatan Dewan (BKD) untuk diproses sesuai aturan etik lembaga.
Publik kini menunggu penjelasan resmi dari pimpinan DPRA untuk menjernihkan berbagai informasi yang beredar serta memastikan bahwa lembaga legislatif Aceh tetap mampu menjaga wibawa dan profesionalitasnya.



