Aceh Utara, Infoaceh.net — Wakil Ketua DPRK Aceh Utara H Jirwani Ibnu SE atau Nekjir mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencopot Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo.
Desakan itu disampaikan menyusul krisis kelistrikan berkepanjangan di Aceh yang belum juga teratasi hingga 14 Desember 2025, meski sebelumnya PLN menjanjikan listrik akan pulih pada hari tersebut.
Aceh diketahui tengah dilanda bencana banjir dan longsor yang berdampak pada 18 kabupaten/kota dalam beberapa pekan terakhir.
Namun di tengah kondisi darurat, pasokan listrik justru tak kunjung normal dan berlangsung tanpa kepastian.
“Sudah hampir setengah bulan Aceh hidup tanpa listrik stabil. Bahkan sebelum banjir dan longsor, pemadaman bisa berlangsung sampai tiga hari. Anehnya, sampai sekarang PLN belum bisa menjelaskan kerusakan sebenarnya. Ini menunjukkan kegagalan manajerial,” kata Nekjir, Ahad (14/12/2025).
Ia menegaskan, jika hingga batas waktu yang dijanjikan listrik belum juga menyala normal, maka pencopotan Dirut PLN merupakan langkah yang pantas diambil.
“Sebelumnya Menteri ESDM menyebut listrik Aceh menyala pada 5 Desember. Lalu Dirut PLN menyatakan 14 Desember. Faktanya, hari ini lampu belum menyala. Ini bukan sekadar keterlambatan, tapi inkonsistensi pernyataan yang hanya memberi harapan palsu ke rakyat,” tegasnya.
Menurut Nekjir, krisis listrik tersebut telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap PLN, sekaligus memperparah penderitaan warga yang terdampak bencana.
“Warga sudah tertimpa banjir dan longsor, lalu harus hidup dalam gelap. Ini jelas menggandakan kesulitan mereka,” ujarnya.
Dampak pemadaman listrik, lanjut Nekjir, dirasakan hampir di semua sektor. Antrean panjang kendaraan terjadi di SPBU meski stok BBM tersedia, karena banyak pertamini tutup akibat ketiadaan listrik.
“Mesin tidak bisa beroperasi, pertamini tutup, harga BBM eceran melonjak. Rakyat lagi-lagi yang menanggung akibatnya,” katanya.
Selain itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga terpukul. Banyak pelaku usaha terpaksa menghentikan operasional karena tidak ada pasokan listrik, sementara penggunaan genset dinilai tidak efektif akibat mahalnya harga bahan bakar.
“UMKM lumpuh total di tengah bencana. Ini memukul ekonomi rakyat kecil,” ucap Nekjir.
Pemadaman listrik juga berdampak pada layanan komunikasi. Sejumlah wilayah dilaporkan kehilangan jaringan seluler dan internet, sehingga menyulitkan masyarakat berkoordinasi dan mengakses informasi.
“Ketika listrik mati, komunikasi terputus, aktivitas sosial dan ekonomi ikut berhenti. Ini bukti sistem kelistrikan tidak dikelola dengan baik,” ujarnya.
Atas kondisi tersebut, Nekjir menilai Menteri BUMN harus mengambil keputusan tegas demi pemulihan pelayanan publik.
“Ini bukan soal personal. Ini soal tanggung jawab publik. Aceh membutuhkan pemimpin PLN yang mampu bekerja cepat, transparan, dan efektif,” tegasnya.
Lebih jauh, Nekjir mendorong pemerintah pusat agar memberikan izin pengelolaan kelistrikan secara mandiri bagi Aceh. Ia menilai ketergantungan pada sistem interkoneksi Sumatera Utara justru membuat Aceh selalu menjadi korban pemadaman, meski daerah ini mengalami surplus listrik.
“Ini ironis. Aceh surplus listrik, tapi Aceh yang paling sering padam. Sudah saatnya Aceh diberi kewenangan mengelola kelistrikannya sendiri,” pungkasnya.



