Oleh: Drs. Isa Alima*
Dalam semangat menyambut Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, mari kita maknai hari besar ini bukan sekadar sebagai seremonial keagamaan, tetapi sebagai momentum mendalam untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas sosial, dan introspeksi diri.
Idul Adha adalah refleksi keteladanan agung Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Dua sosok yang mewariskan pelajaran tentang keikhlasan, ketaatan tanpa syarat, dan pengorbanan tanpa pamrih.
Maka, ibadah kurban jangan hanya kita jalani sebagai rutinitas tahunan. Inilah saat yang tepat untuk memperhalus nurani, mempererat ukhuwah, dan menumbuhkan empati tulus antar sesama.
Esensi tertinggi dari ibadah kurban tidak hanya terletak pada hewan yang disembelih, tetapi pada nilai empati yang dibangkitkan darinya.
Daging kurban bukan sekadar santapan, melainkan simbol cinta kasih, pemerataan rezeki, dan wujud nyata kehadiran masyarakat yang peduli terhadap sesamanya.
Berbagilah dengan keikhlasan, bukan karena ingin mendapat pujian. Kurban yang hakiki adalah saat kita memberi tanpa berharap balasan; ketika kita hadir bukan hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari keluarga besar umat manusia.
Pulang Kampung: Keselamatan Adalah Amanah
Momentum Idul Adha juga identik dengan tradisi mudik — saat banyak perantau kembali ke kampung halaman untuk bersua dengan keluarga tercinta.
Dalam konteks ini, saya ingin menyampaikan pesan penting: bahwa silaturahmi tidak boleh mengesampingkan aspek keselamatan.
Jangan jadikan semangat mudik sebagai alasan melanggar aturan lalu lintas. Di jalan raya, nyawa bukan hanya milik kita pribadi, tetapi juga milik orang-orang yang menunggu di rumah dengan penuh harap. Periksa kendaraan, patuhi rambu, dan jangan paksakan diri jika lelah. Keselamatan adalah bentuk tanggung jawab — baik kepada keluarga, maupun kepada Tuhan.
Pesan Moral: Membangun Negeri Dimulai dari Nurani
Mari jadikan Idul Adha sebagai titik awal untuk memperbaiki hubungan sosial dan menumbuhkan kembali semangat kebersamaan.