Gabung Konvensi OECD, KPK Bisa Jerat Pejabat Asing dan Perketat Suap Korporasi Lintas Negara
Jakarta, Infoaceh.net — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa bergabungnya Indonesia dalam OECD Anti-Bribery Convention akan membuka peluang bagi KPK untuk mengkriminalisasi praktik suap terhadap pejabat asing.
Konvensi ini merupakan salah satu persyaratan utama untuk masuk ke dalam keanggotaan penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Selain penguatan hukum, keikutsertaan ini juga memperluas yurisdiksi KPK dalam menangani kasus suap yang melibatkan aktor lintas negara.
“Manfaatnya memperkuat hukum antikorupsi yang memungkinkan kriminalisasi suap pejabat asing, pemberian sanksi tegas bagi korporasi, serta penguatan aturan pelaporan dan audit untuk deteksi korupsi,” kata Setyo saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/6/2025).
Setyo menambahkan, selain memperkuat instrumen hukum, konvensi ini memberi akses dukungan teknis internasional, termasuk tenaga ahli, pelatihan, dan sistem penelaahan sejawat (peer review) yang berbasis praktik negara-negara anggota.
Hal ini dinilai penting dalam mendorong pengawasan antikorupsi pada sektor swasta, yang selama ini masih menjadi titik lemah dalam sistem penegakan integritas bisnis di Indonesia.
“KPK terus mendorong peran aktif sektor swasta dalam pencegahan korupsi agar dapat meningkatkan iklim investasi dan reputasi bisnis Indonesia di mata internasional,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengumumkan bahwa pemerintah telah menyerahkan surat komitmen dari Ketua KPK kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dalam Pertemuan Tingkat Menteri Dewan OECD 2025 di Paris, Prancis.
“Ini akan mengatur korupsi yang dilakukan oleh korporasi lintas batas negara. Ini salah satu pilar penting dalam perjanjian aksesi OECD,” kata Airlangga dalam konferensi pers virtual dari Jakarta, Rabu (4/6).
Masuknya Indonesia ke dalam OECD Anti-Bribery Convention dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan integritas global bisnis Indonesia, sekaligus memperluas peran KPK dalam menindak praktik suap multinasional yang selama ini luput dari jeratan hukum dalam negeri.
Konvensi ini akan memberi dasar hukum bagi Indonesia untuk memproses dugaan suap yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia terhadap pejabat negara asing, maupun sebaliknya—termasuk suap oleh perusahaan asing terhadap otoritas Indonesia.
Namun, langkah ini juga dinilai sebagai pertaruhan serius bagi integritas lembaga antirasuah. Jika konvensi ditandatangani tetapi KPK tak mampu menunjukkan kinerja independen dan efektif, maka reputasi Indonesia justru bisa tercoreng di mata dunia.
Sejumlah pegiat antikorupsi menyoroti bahwa perluasan kewenangan ke luar negeri harus dibarengi dengan penguatan internal, termasuk independensi kelembagaan, reformasi tata kelola internal KPK, dan keberanian mengusut kasus besar yang melibatkan elit nasional maupun transnasional.