PHK Massal Hantui Buruh: 42 Ribu Pekerja Jadi Korban, Jawa Tengah Paling Parah
Infoaceh.net – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menerjang dunia kerja nasional. Dalam enam bulan pertama 2025, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 42.385 pekerja kehilangan pekerjaan, melonjak 32,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengakui bahwa angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan cermin kegagalan banyak sektor industri dalam bertahan menghadapi tekanan ekonomi dan perubahan model bisnis global.
“PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, terutama di sektor industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan manufaktur,” ungkapnya.
Jawa Tengah menduduki peringkat pertama dengan 10.995 orang terkena PHK, disusul Jawa Barat sebanyak 9.494 orang, dan Banten 4.267 orang. Ketiganya merupakan wilayah industri utama yang kini terpukul akibat turunnya permintaan pasar ekspor serta relokasi perusahaan ke daerah dengan upah lebih rendah.
Selain faktor eksternal, persoalan hubungan industrial antara buruh dan manajemen turut memperparah situasi. Restrukturisasi sepihak, ketidakjelasan hak pekerja, hingga otomatisasi berbasis digital membuat buruh kian terpinggirkan.
“Banyak perusahaan mengalihkan proses bisnis ke digital, robotisasi, atau pindah ke luar negeri. Sementara itu, buruh lokal yang loyal justru menjadi korban pemangkasan,” kata Yassierli saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
Kondisi ini memicu kekhawatiran meningkatnya angka pengangguran terbuka, yang per Februari 2025 telah menyentuh angka 7,28 juta orang. Terbesar masih berasal dari kelompok usia muda 15–24 tahun, yaitu 3,55 juta orang, diikuti usia 25–34 tahun sebanyak 1,94 juta orang. Sementara tren pengangguran usia 35 tahun ke atas justru menunjukkan peningkatan.
Fenomena PHK massal ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera merespons dengan regulasi perlindungan tenaga kerja, stimulus industri lokal, serta penguatan hubungan industrial berbasis keadilan. Tanpa langkah konkret, Indonesia bisa menghadapi krisis tenaga kerja lebih luas di tengah ketidakpastian ekonomi global.