Menyusup ke Perut IMIP: Geliat Hilirisasi Nikel di Bahodopi
Bahodopi, Infoaceh.net – Di timur Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, geliat industrialisasi nikel berdentum tiada henti.
Pantai Fatufia tak lagi sepi. Deretan kapal pengangkut hilir-mudik di Laut Banda, menyusuri jalur ekspor hasil olahan nikel ke pasar global.
Inilah jantung kawasan industri nikel terbesar di Asia Tenggara: PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
IMIP berdiri di atas lahan 4.000 hektare, menjelma sebagai kota industri yang tak pernah tidur. Nilai investasinya mencapai USD 34,3 miliar atau setara Rp552 triliun. Dengan produksi Nickel Pig Iron (NPI) sebesar 4,2 juta ton per tahun, kawasan ini menjadi salah satu produsen logam strategis terbesar dunia.
Tak hanya NPI, kawasan ini juga memproduksi stainless steel, carbon steel, hingga bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Sebagian besar produk diekspor langsung ke China dan negara mitra lainnya.
Tiga klaster utama menopang IMIP: klaster stainless steel yang memproduksi stainless slab, coil hingga ferro nickel; klaster carbon steel untuk baja konstruksi dan kawat; serta klaster baterai EV yang memproses limonit menjadi MHP, nikel elektrolitik, dan bahan aktif baterai berbasis grafit dan lithium hidroksida.
Sejumlah pabrik dengan teknologi tinggi beroperasi di kawasan ini, seperti PT GCNS yang memproses bijih saprolit menjadi stainless steel menggunakan RKEF dengan suhu mencapai 1.800°C, hingga PT CNGR Dingxing New Energy yang memproduksi nikel elektrolitik 99,99 persen untuk pasar London Metal Exchange (LME).
Dalam catatan Infoaceh.net, penyerapan tenaga kerja di IMIP melonjak signifikan. Dari 35 ribu pekerja pada 2020, kini mencapai lebih dari 85 ribu orang. Sebagian besar tenaga kerja berasal dari Sulawesi, namun tenaga asing dari Tiongkok masih mendominasi lini teknis dan manajerial di sejumlah tenant besar.
Tenant industri yang beroperasi di IMIP bukan pemain kecil. Ada Tsingshan, Delong, Huayue, GEM, hingga perusahaan Korea seperti POSCO. Di klaster EV battery, hadir PT BTR, PT ESG, PT HYNC, dan PT CTLI yang mengolah nikel kadar rendah menjadi komponen baterai lithium.
Namun kawasan ini tak terbuka sepenuhnya bagi publik. Akses ke klaster baterai sangat terbatas, bahkan awak media pun hanya diberi izin untuk meninjau dari radius tertentu. Alasan keamanan dan kerahasiaan teknologi menjadi tameng utama.
IMIP menyimpan dua wajah industri: satu sisi adalah kemajuan teknologi dan devisa besar yang ditarik ke kantong negara; di sisi lain adalah tumpukan persoalan klasik seperti limbah industri, ketimpangan penguasaan lahan, hingga dominasi modal asing dalam pengelolaan sumber daya strategis nasional.
Hilirisasi bukan lagi jargon. Ia hadir dalam bentuk nyata: dari bijih mentah ke produk bernilai tinggi.
Tapi pertanyaan yang belum selesai adalah: seberapa besar kendali Indonesia atas kekayaan strategisnya sendiri di tengah gemuruh mesin-mesin raksasa Bahodopi?