JAKARTA, Infoaceh.net — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat sinergi dengan media massa dalam mendukung penyebaran kebijakan strategis sekaligus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan di daerah.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kantor OJK Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) menggelar Media Gathering bertema “Kolaborasi Tanpa Sekat: Jurnalisme Positif untuk Keuangan Inklusif” pada 4–6 Agustus 2025 di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti 50 jurnalis dari lima provinsi wilayah kerja OJK Sumbagut, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam sambutannya menegaskan peran penting jurnalis dalam membangun kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan.
“Jurnalisme yang berkualitas diyakini mampu meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat secara berkelanjutan,” ujarnya, Selasa (5/8).
Sejalan dengan semangat kolaborasi, Kepala OJK Provinsi Sumut sekaligus Koordinator OJK Sumbagut, Khoirul Muttaqien, bersama kepala OJK daerah lainnya memaparkan perkembangan sektor jasa keuangan dan capaian program literasi di masing-masing provinsi.
Khoirul menyebut, ekonomi wilayah Sumbagut tumbuh 4,71% pada triwulan I 2025, didorong sektor industri pengolahan dan pertanian.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ditopang konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), dan ekspor. Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di kawasan ini.
Khusus Aceh, Kepala OJK Provinsi Aceh Daddi Peryoga menyoroti adanya kesenjangan antara kebutuhan pembiayaan dan ketersediaan dana di bank-bank lokal.
“Fungsi intermediary perbankan di Aceh sudah optimal, namun setiap tahun pengusaha harus mencari pembiayaan dari bank di luar daerah. Ini menunjukkan perlunya pengembangan produk keuangan agar pembiayaan dapat dipenuhi di Aceh,” ujarnya.
Khoirul Muttaqien juga menyoroti potensi komoditas unggulan, seperti minyak nilam dari Aceh yang menyumbang 90% pasokan dunia, meski masih dihadapkan pada tantangan fluktuasi harga, penyakit tanaman, dan sertifikasi internasional.