Komite Menteri Arab-Islam Tolak Niat Israel Kuasai Penuh Gaza, Sebut Pelanggaran Hukum Internasional
Infoaceh.net – Komite Menteri yang dibentuk oleh Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Arab-Islam menolak keras niat Israel menguasai penuh Jalur Gaza. Pengumuman itu dianggap sebagai eskalasi berbahaya dan tidak bisa diterima.
Menurut pernyataan gabungan komite, pengumuman Israel tersebut adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional. Mereka menilai Israel berupaya mempertahankan pendudukan ilegal dan memaksakan kehendaknya lewat kekerasan, yang jelas-jelas bertentangan dengan legitimasi internasional.
Komite yang beranggotakan 23 negara Islam —termasuk Indonesia— serta Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menegaskan bahwa tindakan Israel ini adalah kelanjutan dari pelanggaran berat yang mereka lakukan selama ini. Pelanggaran itu meliputi pembunuhan, kelaparan, pemindahan paksa, pencaplokan tanah Palestina, hingga terorisme yang dilakukan para pemukim. Komite menyebut semua itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tindakan Israel dianggap melenyapkan peluang perdamaian dan melemahkan upaya regional serta internasional untuk de-eskalasi. Selain itu, tindakan ini memperparah penderitaan rakyat Palestina yang sudah menghadapi agresi dan blokade selama hampir dua tahun.
Merespons situasi berbahaya ini, Komite Menteri mendesak agar agresi Israel terhadap Jalur Gaza segera dihentikan. Mereka juga menuntut penghentian pelanggaran terhadap warga sipil dan infrastruktur di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Tuntutan Kemanusiaan dan Solusi Dua Negara
Komite juga menuntut Israel segera mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan dalam skala besar ke Jalur Gaza. Bantuan ini mencakup makanan, obat-obatan, dan bahan bakar. Israel juga didesak memastikan lembaga dan organisasi kemanusiaan internasional dapat beroperasi dengan bebas, sesuai hukum kemanusiaan internasional.
Lebih lanjut, komite mendukung upaya Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS) untuk mencapai gencatan senjata dan pertukaran tawanan. Mereka melihat ini sebagai pintu masuk kemanusiaan untuk meredakan penderitaan dan mengakhiri agresi.