Infoaceh.net – Saat ini sedang ramai soal royalti lagu, hingga memicu perseteruan antara penyanyi dengan pencipta atau lembaga berwenang yang memberi hak tersebut dalam bentuk bayaran.
Royalti adalah pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak atas kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, atau merek dagang, sebagai imbalan atas penggunaan aset tersebut.
Biasanya, royalti dibayarkan dalam bentuk persentase dari pendapatan atau berdasarkan jumlah penggunaan.
Perseteruan terjadi karena ada pihak yakni sang pencipta lagu yang merasa haknya diabaikan.
Perseteruan pun melebar hingga larangan memutar suara burung atau alam di restoran, kafe dan hotel oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
LMKN adalah lembaga bantu pemerintah non-APBN yang bertugas mengelola hak ekonomi pencipta lagu dan musik, termasuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna komersial lagu dan musik.
LMKN dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan berperan sebagai jembatan antara pencipta lagu dan musik dengan pengguna komersial.
Terkait persoalan royalti yang belum beres ini, kini keluarga pencipta lagu kebangsaan Indonesia, yakni Wage Rudolf (WR) Soepratman, buka suara soal royalti lagu “Indonesia Raya”.
Menurut Ketua Umum Yayasan WR Soepratman Meester Cornelis Jatinegara, Endang WJ Turk, hak cipta lagu kebangsaan tersebut telah sepenuhnya diserahkan kepada negara.
Namun, negara juga tak boleh aji mumpung dengan mengabaikan semua hal.
Keluarga WR Soepratman tetap butuh sentuhan dalam bentuk apresiasi.
“Hak cipta lagu kebangsaan Indonesia Raya telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat orang ahli waris almarhum WR Soepratman,” ujar Endang dikutip dari Kompas,com, Rabu (20/8/2025).
Endang, yang merupakan cicit dari Ny. Ngadini, kakak kandung WR Soepratman, menjelaskan bahwa penyerahan hak cipta dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tertanggal 25 Desember 1957 serta Surat Putusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada 14 Maret 1960.