Banda Aceh, Infoaceh.net –Pembangunan di Aceh terus bergeliat. Gedung, jembatan, hingga jalan raya bermunculan di berbagai wilayah.
Namun, di balik megahnya proyek infrastruktur, terselip kegelisahan: mengapa banyak proyek besar di Aceh justru dikerjakan oleh tukang dari luar daerah?
Dunia pertukangan di Aceh selama ini berjalan apa adanya, namun kini tuntutan zaman tidak lagi bisa ditawar.
Tukang tidak cukup hanya memegang palu dan paku, tetapi wajib memiliki kompetensi, sertifikasi, serta daya saing agar tidak kalah dalam menghadapi derasnya arus pembangunan dan persaingan global.
Menyadari tantangan itu, Persatuan Tukang Aceh (PTA) bersama mitra strategis menghadirkan diskusi publik bertajuk: “Optimalisasi Pertukangan Aceh untuk Meningkatkan Kompetensi dan Daya Saing Tukang dalam Menghadapi Tantangan dan Peluang.”
Diskusi digelar pada Rabu pagi, 10 September 2025 di Gedung Landmark BSI Aceh, Jln. Tgk. Mohd Daud Beureueh Banda Aceh
Narasumbernya adalah dua Anggota DPR RI asal Aceh M. Nasir Djamil dan Irmawan, Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah (BJKW) Wilayah I Banda Aceh Indra Suhada ST MT, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh Heri Yugiantoro ST MT dan Teuku Abdul Hanan (Pemerhati Pengadaan Barang dan Jasa).
Sertifikasi Jadi Penentu
Selama ini, tukang Aceh kerap dipandang sebelah mata, padahal merekalah ujung tombak pembangunan infrastruktur.
Sayangnya, masih banyak tukang lokal yang kalah bersaing dengan tenaga dari luar daerah karena lemahnya sertifikasi, standar mutu, dan keterampilan.
Pertanyaan besar pun muncul: mengapa proyek-proyek besar di Aceh masih banyak dikerjakan oleh tukang dari luar?
Forum ini berusaha menjawab keresahan itu dengan solusi konkret: tukang Aceh harus dibekali sertifikasi resmi agar dapat diprioritaskan dalam setiap proyek pembangunan.
Harapan untuk Tukang Lokal
Ketua Dewan Penasihat PTA Drs Isa Alima, menegaskan kegiatan ini tidak boleh berhenti sebagai seremonial belaka. “Diskusi publik ini harus memberi hasil positif bagi para tukang Aceh agar mampu bersaing, sekaligus memiliki sertifikasi pertukangan sesuai bidangnya masing-masing. Kami juga berharap pemangku kepentingan dapat memprioritaskan tukang lokal yang sudah bersertifikat, sehingga mereka tidak lagi tersisih di tanah sendiri,” ujarnya, Jum’at (29/8).
Isa mengapresiasi kerja keras panitia penyelenggara dan semua pihak yang berpartisipasi menyukseskan kegiatan ini.
Ia berharap ke depan pengurus PTA Aceh semakin bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk melahirkan gerakan nyata dalam pemberdayaan tukang lokal.
Keresahan serupa juga disampaikan masyarakat. Tidak sedikit yang bertanya-tanya, mengapa proyek besar di Aceh justru lebih banyak dikerjakan oleh tukang luar daerah, sementara tukang lokal hanya menjadi penonton.
“Kalau bukan tukang Aceh yang membangun Aceh, lalu siapa lagi? Jangan sampai negeri ini dibangun dengan tangan orang luar, sementara anak negeri hanya berdiri di pinggir jalan menyaksikan,” ungkap seorang tokoh masyarakat dengan nada getir.
Diskusi publik ini menjadi panggung awal menuju masa depan pertukangan Aceh yang lebih profesional, bermartabat, dan berdaya saing.
Dengan sertifikasi sebagai kunci, tukang Aceh diyakini mampu berdiri tegak, bersaing dalam proyek nasional, bahkan menembus panggung global.




 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 