Banda Aceh, Infoaceh.net – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menilai bahwa reformasi Polri yang sedang digulirkan belum cukup jika tidak dibarengi dengan langkah restorasi.
Menurutnya, restorasi penting untuk memulihkan kondisi internal kepolisian agar kembali sehat, profesional, dan sesuai dengan harapan publik.
“Inti dari restorasi adalah memulihkan keadaan yang ‘sakit’ di tubuh Polri menjadi ‘sehat’ kembali,” ujar Nasir Djamil dalam keterangan resminya, Senin (22/9/2025).
Ia mengakui, transformasi Polri sudah mulai terlihat melalui gagasan Promoter (profesional, modern, terpercaya) dan Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan).
Namun, langkah itu dinilainya masih memerlukan pembenahan lebih dalam, terutama menyangkut kultur dan sistem karir.
Nasir mengingatkan bahwa agenda reformasi Polri sebenarnya sudah berlangsung sejak institusi ini dipisahkan dari ABRI pada era reformasi. Momentum penting terjadi ketika Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid, menempatkan Polri langsung di bawah Presiden.
Kebijakan itu kemudian diformalkan pada masa Presiden kelima, Megawati Soekarnoputri, dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Posisi tanpa ‘hijab’ dengan Presiden dimaksudkan agar Polri dapat menentukan arah kebijakannya secara mandiri dan humanis sesuai tugas dan fungsi kepolisian,” jelas Nasir.
Nasir menilai, kewenangan luas yang dimiliki Polri harus benar-benar digunakan untuk memperkuat pilar kebangsaan.
Karena itu, tim Transformasi Reformasi Kepolisian yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diharapkan mampu mengevaluasi, memperbaiki, dan memulihkan sistem karir agar berbasis meritokrasi.
“Upaya restorasi harus dibarengi niat tulus dan keinginan kuat untuk memperbaiki, mengembalikan, dan memulihkan agar prinsip-prinsip kepolisian profesional dapat dihadirkan,” tegasnya.
Hasil survei GoodStats 2025 juga menunjukkan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Polri. Sebanyak 80,5 persen publik ingin polisi bersih dari pungutan liar (pungli) dan suap. Kemudian, 70,1 persen berharap polisi lebih adil, profesional, serta tidak pandang bulu.
Sementara itu, 39,1 persen responden menginginkan polisi lebih humanis dan dekat dengan masyarakat.
“Ketiga hal ini menggambarkan besarnya harapan publik terhadap masa depan Polri,” ungkap Nasir.
Menurutnya, untuk memenuhi harapan publik tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang dapat menjadi teladan, serta perubahan kultur yang nyata di tubuh Polri.
Dengan begitu, akan lahir budaya hukum yang responsif, akomodatif terhadap kepentingan masyarakat, sekaligus mampu menghadapi tantangan ke depan.
“Slogan ‘Polri untuk masyarakat’ yang sering kita lihat di spanduk depan kantor polisi, semoga bisa benar-benar diwujudkan tanpa syarat,” pungkasnya.
Foto:
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil



