Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Limbah Medis Jadi Berkah: Strategi Aceh Dongkrak PAD, Akhiri Ketergantungan ke Sumut

Pertemuan bertajuk “Investasi Industri Terkait Pengelolaan Limbah B3” dipimpin Plt. Asisten I Sekda Aceh Syakir, Senin pagi (29/9) di Ruang Potensi Daerah 2 lantai 3 Kantor Gubernur. (Foto: Ist)

Banda Aceh, Infoaceh.net
Di balik tumpukan jarum suntik dan kantong darah bekas pakai, Pemerintah Aceh melihat peluang emas.

Senin pagi (29/9), pukul 10.00 WIB di Ruang Potensi Daerah 2 lantai 3 Kantor Gubernur Aceh, blueprint sentralisasi industri pengelolaan limbah medis B3 resmi dibuka.

Sebuah momentum bersejarah yang bukan sekadar agenda birokrasi, melainkan penanda lahirnya paradigma baru: dari limbah jadi berkah.

Pertemuan bertajuk “Investasi Industri Terkait Pengelolaan Limbah B3” itu dipimpin Plt. Asisten I Sekda Aceh Syakir.

Hadir Penasihat Gubernur Aceh Bidang Investasi dan Hubungan Luar Negeri, T. Emi Syamsyumi alias Abu Salam, bersama jajaran SKPA terkait.

Keputusan strategis ini dinilai sebagai perwujudan visi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) yakni Aceh Islami, Maju, Bermartabat dan Berkelanjutan.

Data riset komprehensif membeberkan kenyataan mencengangkan: 68 rumah sakit di Aceh memproduksi limbah medis B3 rata-rata 2.244 kg per hari atau 819.060 kg per tahun.

Dengan tarif pengolahan Rp50 ribu per kilogram, potensi ekonomi yang tersimpan mencapai Rp40,9 miliar per tahun.

Angka ini setara dengan 0,168 persen dari total PAD Aceh tahun 2024 yang tercatat Rp24,3 triliun.

Artinya, sektor yang selama ini dianggap beban justru bisa menjadi salah satu lokomotif baru keuangan daerah.

Selama bertahun-tahun, limbah medis dari Aceh harus “berwisata” ke Medan bahkan Pulau Jawa untuk dimusnahkan.

Sebuah praktik ironi: uang rakyat Aceh justru memperkaya daerah lain. Biaya angkut diperkirakan mencapai Rp4,1 miliar per tahun. Dana yang seharusnya berputar di Aceh, malah mengalir keluar.

“Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga kedaulatan ekonomi. Kita tidak bisa terus bergantung pada Sumut,” ujar seorang pejabat SKPA yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Blueprint pengelolaan limbah medis B3 ini sejalan dengan regulasi nasional—Permenkes Nomor 7 Tahun 2019 dan PermenLHK Nomor 56 Tahun 2015.

Mualem mendorong berdirinya hazardous waste facility skala provinsi, dengan mandat khusus dipercayakan kepada Abu Salam.

Sosok Ketua KPA Luwa Nanggroe itu bukan hanya simbol politik, melainkan diplomat investasi yang telah malang melintang dalam jejaring global.

Jejak rekamnya—dari fasilitasi sistem pembayaran digital Bank Aceh Syariah hingga negosiasi dengan Petronas dan Petrochina—memberi sinyal kuat bahwa Aceh tidak sekadar berkhayal.

Proyek limbah medis B3 bukan semata bisnis. Ia juga solusi jangka panjang atas beban anggaran Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Dengan efisiensi pengelolaan limbah, dana kesehatan bisa dialihkan untuk memperluas cakupan layanan publik.

Di level nasional, industri pengelolaan limbah medis diperkirakan bernilai Rp22,1 triliun per tahun dengan pertumbuhan 6 persen.

Fakta bahwa Indonesia hanya punya 6 pengolah limbah resmi—lima di antaranya di Pulau Jawa—membuka ruang besar bagi Aceh untuk tampil sebagai pionir kawasan barat Indonesia.

Senin pagi ini bukan sekadar catatan rapat Setda. Ia adalah manifesto politik-ekonomi yang menandai tekad Aceh keluar dari jebakan ketergantungan ke Sumut.

Mualem meletakkan fondasi, Abu Salam mengartikulasikan diplomasi, dan SKPA menyiapkan instrumen birokrasi.

Dari ruang Potda, narasi besar itu digulirkan: limbah tak lagi musibah, melainkan modal baru untuk menyejahterakan rakyat Aceh.

author avatar
dara adinda

Kasih Komentar

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Lainnya

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup