BANDA ACEH, Infoaceh.net – Proyek rehabilitasi rumah dinas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang menghabiskan anggaran sebesar Rp4,67 miliar menuai sorotan publik.
Nilai fantastis tersebut dinilai tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat Aceh yang sedang sulit.
Pantauan wartawan Infoaceh.net di lokasi pada Rabu (15/10/2025) menunjukkan sejumlah pekerja masih melakukan pengerjaan, terutama di bagian atap bangunan.
Area proyek di depan Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, itu tertutup pagar seng untuk membatasi pandangan dari luar.
Berdasarkan papan informasi proyek yang dipasang di lokasi, kegiatan ini tercatat dengan Nomor Kontrak 003.3/165/SP/KPA1/P3/2025, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) melalui DPA Sekretariat DPRA.
Nilai kontrak sebesar Rp4.677.263.405, dengan pelaksana CV. Wasilah Hutama Karya dan pengawas CV. Cipta Marga Utama. Proyek dijadwalkan berlangsung dari 19 September hingga 27 Desember 2025.
Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menilai biaya rehabilitasi tersebut sangat berlebihan, bahkan setara dengan membangun rumah baru.
“Nilai Rp4,67 miliar untuk sekadar rehab itu sangat tidak rasional. Kalau kita hitung luas rumah sekitar 300 meter persegi, berarti biayanya mencapai Rp15 juta per meter. Itu tidak masuk akal untuk ukuran rehabilitasi di Aceh,” ujar Nasruddin dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).
Ia mengungkapkan, proyek ini dilaksanakan melalui mekanisme e-Katalog (e-Purchasing), bukan tender terbuka. Menurutnya, hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran.
“Dari hasil penelusuran kami, CV. Wasilah Hutama Karya hanya menurunkan harga penawaran 0,5 persen dari HPS (Harga Perkiraan Sendiri) atau setara 99,5 persen. Ini janggal dan berpotensi mengindikasikan adanya pengaturan sejak awal,” tegasnya.
TTI mendesak Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Aceh untuk melakukan probity audit terhadap proyek ini guna memastikan tidak ada penyimpangan dalam proses pengadaan.
Nasruddin menyinggung ketidakseimbangan kebijakan anggaran Pemerintah Aceh. Menurutnya, di saat masyarakat masih banyak tinggal di rumah tidak layak huni, justru fasilitas pejabat diperbaiki dengan anggaran besar.
“Tahun ini, program rumah layak huni hanya terealisasi 1.470 unit dari target 2.000 unit, dengan alasan banyak penerima tidak lolos verifikasi. Sementara, rumah dinas pejabat dianggarkan miliaran rupiah. Ini sangat ironis,” kritiknya.
Dalam sistem SiRUP LPSE Aceh, TTI juga menemukan adanya alokasi anggaran rehabilitasi rumah dinas anggota DPRA senilai Rp48 miliar, ditambah pengadaan perlengkapan rumah tangga seperti tempat tidur, lemari, dan kulkas yang mencapai miliaran rupiah.
TTI meminta Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), untuk lebih selektif dalam menyetujui usulan anggaran dari Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
“Masih banyak pengadaan yang tidak prioritas, seperti pengadaan gorden kantor senilai miliaran rupiah dan papan informasi di Dinas Lingkungan Hidup yang mencapai Rp3 miliar. Ini perlu ditinjau ulang agar APBA benar-benar berpihak kepada rakyat,” pungkas Nasruddin.