Sabang, Infoaceh.net – Belum tuntas persoalan dugaan penggelapan aset Barang Milik Negara (BMN) berupa kayu eks bongkaran gedung lama, kini RSUD Sabang kembali diterpa temuan baru dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Kali ini, sorotan tajam mengarah pada proyek Pekerjaan Lanjutan Pembangunan Rumah Sakit (Gedung Lift) yang menelan anggaran Rp3,27 miliar, dan kembali memperlihatkan lemahnya pengawasan di tubuh rumah sakit pelat merah tersebut.
Proyek yang dilaksanakan oleh CV AGP berdasarkan Kontrak Nomor 31/SP/PEMB_RS/RSUD/DAK/2024 tertanggal 15 Juli 2024, dengan jangka waktu kerja dari 18 Juli hingga 12 Desember 2024, dinyatakan selesai dan diserahterimakan tepat pada tenggat waktu.
Namun, hasil pemeriksaan uji petik yang dilakukan oleh Auditor BPK RI Perwakilan Aceh pada 15 Februari 2025 bersama PPTK, penyedia jasa, dan konsultan pengawas justru menguak fakta lain yakni terdapat kekurangan volume pekerjaan senilai Rp57.589.153 alias kelebihan pembayaran dengan nilai yang sama.
Temuan itu mempertegas dugaan lemahnya kontrol dan pengendalian anggaran di bawah komando Pengguna Anggaran (PA), yakni Direktur RSUD Sabang dr Cut Meutia Aisywani SpA MSi.Med.
Sebagai pejabat tertinggi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan, direktur semestinya menjadi garda terdepan dalam memastikan seluruh pekerjaan fisik berjalan sesuai spesifikasi dan kontrak.
Namun kenyataannya, pelaksanaan proyek justru menimbulkan indikasi pemborosan keuangan negara.
Kondisi tersebut jelas bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya Pasal 7 ayat (1) huruf f, yang menegaskan setiap pihak wajib menghindari dan mencegah pemborosan serta kebocoran keuangan negara.
Sayangnya, prinsip itu tampak hanya menjadi formalitas di lingkungan RSUD Sabang. Fakta di lapangan menunjukkan pengawasan proyek berlangsung tanpa ketelitian yang memadai.
PPTK kegiatan, Muhammad Rasyid, bahkan mengakui adanya kekurangan volume dan mengklaim pihak rekanan telah menyetorkan sebagian dana ke kas daerah, meski tanpa menyebutkan nilai maupun menyerahkan bukti setor resmi.
Pernyataan tersebut sontak dipatahkan oleh Inspektur pada Inspektorat Kota Sabang, Nouval SSTP MSi, yang menegaskan hingga kini baru empat perusahaan yang benar-benar menyetorkan kerugian negara berdasarkan Surat Tanda Setoran (STS).
“Selama belum dikasih STS-nya ke kita, kita anggap belum. Karena dasar untuk kita masukkan ke aplikasi SIPTL itu adalah STS,” tegas Nouval.
Kenyataan ini memperkuat dugaan publik pengawasan internal di bawah kendali direktur RSUD Sabang berjalan lemah, bahkan terkesan dibiarkan.
Padahal, dana proyek bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas.
Belum selesai urusan pengelolaan aset kayu eks bongkaran yang hingga kini tak jelas ujungnya, RSUD Sabang justru kembali menjadi sorotan akibat temuan BPK yang menimbulkan potensi kerugian negara.
Situasi ini menggiring opini publik pada satu kesimpulan ada persoalan serius dalam manajemen dan pengawasan keuangan di bawah tanggung jawab Pengguna Anggaran RSUD Sabang.
Kini, publik menanti langkah tegas dari Pemko Sabang dan aparat pengawasan. Sebab, selama pertanggungjawaban tidak disertai bukti setor resmi dan penyelesaian tuntas, tanggung jawab moral dan hukum tetap melekat pada Direktur RSUD Sabang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Hingga berita ini diturunkan, Pengguna Anggaran yakni Direktur RSUD Sabang dr. Cut Meutia Aisywani, belum berhasil dikonfirmasi. Karena yang bersangkutan masih memblokir nomor ponsel wartawan.