Banda Aceh, Infoaceh.net – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Komisi I tengah membahas Rancangan Qanun (Raqan) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat. Salah satu poin penting dalam Raqan ini adalah pengaturan etika bermedia sosial sesuai dengan nilai-nilai adat dan syariat Islam.
Dalam draft Raqan yang diperoleh Infoaceh.net, Rabu (29/10/2025), ketentuan tersebut diatur dalam Paragraf 24 Pasal 79 yang secara khusus membahas tentang tertib layanan internet dan media sosial.
Raqan ini memuat hal-hal yang wajib dan dilarang dilakukan pengguna media sosial, baik masyarakat umum, aparatur, maupun badan usaha.
Pasal 79 ayat (1) menyebutkan, setiap pengguna media sosial wajib menggunakan platform digital secara bijak, santun, dan sesuai dengan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta syariat Islam.
Mereka juga diharuskan berkomentar secara baik agar tidak menimbulkan konflik, ujaran kebencian, atau isu SARA, serta menjaga nama baik diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, pengguna media sosial juga diwajibkan berpakaian sopan dan tidak menampakkan aurat dalam unggahan atau aktivitas digital, terutama bagi umat Islam.
Larangan “Teumeunak” dan Konten Maksiat
Raqan ini menegaskan sejumlah larangan di media sosial, termasuk larangan “teumeunak”—istilah dalam bahasa Aceh yang berarti berkata kasar, kotor, menghina atau tidak pantas di ruang publik.
Selain itu, pengguna juga dilarang: Menyebarkan informasi palsu (hoaks), Melakukan cyberbullying, ujaran kebencian, atau doxing (membocorkan data pribadi orang lain), Mengunggah konten asusila, pornografi dan pornoaksi.
Mempromosikan minuman keras, perjudian, khalwat, zina, liwath, musahaqah (sesama jenis), dan LGBT.
Melakukan transaksi narkoba atau seks komersial secara daring.
Serta melakukan tindakan yang dapat menimbulkan permusuhan atau perpecahan antar kelompok.
Satpol PP–WH Akan Awasi Dunia Maya
Raqan ini juga menugaskan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Wilayatul Hisbah (WH) Aceh untuk melakukan identifikasi dan pemantauan aktivitas media sosial di Aceh.
Satpol PP–WH diberi kewenangan untuk memantau potensi pelanggaran qanun, melakukan koordinasi dengan instansi terkait, serta bekerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dalam upaya pengawasan dan penertiban konten yang melanggar norma syariat Islam.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari penerapan tertib sosial digital, agar ruang publik daring tetap selaras dengan nilai-nilai keislaman dan adat Aceh.
Bagi pihak yang melanggar ketentuan tertentu—khususnya memuat unsur SARA atau promosi LGBT—akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat (4).
Sanksi tersebut berupa: Teguran lisan, Peringatan tertulis dan denda administratif.
Raqan Ketertiban Umum ini menjadi salah satu inisiatif penting DPRA dalam memperkuat nilai moral dan sosial di ruang publik, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Jika nantinya disahkan, qanun ini akan menjadi aturan pertama di Aceh yang mengatur perilaku bermedia sosial secara resmi berdasarkan adat dan Syariat Islam.



