Banda Aceh, Infoaceh.net — Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Sesko TNI) Marsekal Madya TNI Arif Widianto bersama rombongan melakukan kunjungan kehormatan kepada Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, di Meuligoe Wali Nanggroe, Kamis (30/10/2025).
Kabag Kerja Sama dan Humas Lembaga Wali Nanggroe, Zulfikar Idris, Ahad (2/11) menjelaskan, pertemuan tersebut berlangsung hangat dan penuh makna.
Dalam dialog itu, Wali Nanggroe menegaskan bahwa perdamaian Aceh merupakan bagian dari kekuatan strategis nasional, bukan sekadar hasil kompromi politik.
“Perdamaian Aceh bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kekuatan strategis. Kita memilih jalan peradaban, diplomasi di atas konfrontasi. Menjaga Aceh berarti menjaga Indonesia, dan Indonesia harus memuliakan Aceh,” ujar Wali Nanggroe yang didampingi Staf Khusus Dr. M Raviq, Anggota Majelis Tuha Peut Prof Dr Syahrizal Abbas MA, serta Khatibul Wali Abdullah Hasbullah.
Dalam kesempatan itu, Wali Nanggroe memaparkan Nota Strategis Aceh 2025–2035, yang menempatkan Aceh sebagai “Frontier Barat Republik Indonesia.”
Konsep tersebut bertujuan memperkuat posisi Aceh dalam sistem pertahanan nasional sekaligus menjadikannya pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan barat Indonesia.
Tiga agenda utama yang menjadi pilar visi tersebut meliputi:
- Pembangunan sistem pertahanan maritim dan pesisir (Marine & Coastal Defense System)
Penguatan ekonomi maritim dan hilirisasi energi
Pembangunan inklusif serta pemenuhan hak-hak masyarakat pascakonflik.
Sebagai salah satu tokoh penandatangan MoU Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Malik Mahmud menegaskan bahwa perdamaian adalah strategi ketahanan bangsa jangka panjang, bukan sekadar kesepakatan politik sesaat.
Sementara itu, Marsekal Madya TNI Arif Widianto menyampaikan apresiasi atas sambutan dan pandangan Wali Nanggroe.
Ia menilai Aceh memiliki peran vital dalam sistem pertahanan dan kemanusiaan nasional, serta menjadi contoh nyata transformasi dari daerah konflik menjadi wilayah pembelajaran perdamaian.
“Suatu kehormatan besar dapat berkunjung dan berdialog langsung dengan Wali Nanggroe. Aceh adalah daerah yang pernah menjadi medan konflik, kini menjadi ruang pembelajaran. Dari Aceh, para calon pemimpin TNI belajar tentang ketahanan, kesetiaan, dan keseimbangan antara kekuatan dan kemanusiaan,” ujarnya.
Kunjungan itu bertepatan Latihan Penyusunan Rencana Tindakan Kontinjensi (Latniskontinjensi) bagi Perwira Siswa Dikreg ke-54 Sesko TNI di Banda Aceh.
Latihan bertujuan meningkatkan kesiapan perwira dalam menghadapi krisis dan bencana secara cepat, tepat, dan terpadu — sekaligus menjadikan Aceh sebagai laboratorium strategis nasional dan pusat kesiapsiagaan kemanusiaan.
Sinergi Wali Nanggroe dan Sesko TNI
Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat memperkuat sinergi antara Sesko TNI dan Lembaga Wali Nanggroe melalui berbagai program kolaboratif, di antaranya:
Riset keamanan maritim dan geopolitik kawasan barat Indonesia, Latihan militer–sipil terpadu, Pengembangan Pusat Pertahanan–Ekonomi Regional (Regional Defense–Economic Hub) di Aceh.
Inisiatif tersebut diharapkan menjadi model baru pertahanan Indonesia yang berorientasi pada perdamaian dan kesejahteraan rakyat, dengan mengintegrasikan pembangunan manusia ke dalam sistem keamanan nasional.
Aceh dan Komitmen terhadap NKRI
Menutup pertemuan, Wali Nanggroe kembali menegaskan bahwa Aceh tetap menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Aceh tetap menjadi perisai barat Indonesia dan rumah besar perdamaian. Loyalitas Aceh kepada Republik akan abadi, selama ia ditegakkan dengan keadilan dan kehormatan,” tegasnya.



