Banda Aceh, Infoaceh.net — Data Dinas Kesehatan Aceh mengungkapkan, rata-rata terdapat 365 kasus baru HIV (Human Immunodeficiency Virus) setiap tahun di provinsi tersebut.
Artinya, setiap hari satu orang Aceh terpapar virus mematikan itu. Meski demikian, angka ini diyakini hanya menggambarkan sebagian kecil dari jumlah kasus sebenarnya.
“Kasus HIV ibarat gunung berapi yang tampak tenang di permukaan. Yang terlihat hanyalah kepundan — kecil, sunyi, dan seolah tak berbahaya. Padahal, di balik itu tersembunyi tekanan besar yang siap meletus kapan saja,” ujar Muhammad Jamil SKM MKes, dari Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, Senin (3/11/2025).
Pernyataan itu disampaikan Jamil dalam kegiatan pembekalan dan sharing session bagi jurnalis yang digelar Sahas Inisiatif bekerja sama dengan UNICEF Perwakilan Aceh, di Cafe Ivory Kuphi, Seutui, Banda Aceh.
Menurutnya, data yang terlapor ke Dinas Kesehatan hanya mencerminkan “puncak gunung es”. Banyak kasus belum terdeteksi akibat keterbatasan kemampuan skrining dan masih kuatnya stigma sosial terhadap tes HIV.
Kegiatan tersebut diikuti puluhan wartawan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh. Para peserta mendapatkan edukasi mengenai HIV, sifilis, hepatitis B, serta pencegahan penularan dari ibu ke anak.
81 Persen Penderita HIV di Aceh Adalah Laki-Laki
Jamil menyebutkan, sejak 2004 hingga September 2025, 81 persen kasus HIV di Aceh dialami laki-laki, dengan 53 persen di antaranya berasal dari kelompok LSL (laki-laki suka laki-laki).
 Selain itu, 6 persen kasus terjadi pada usia 11–20 tahun, sementara 46 persen berada pada rentang usia 21–30 tahun, kelompok usia produktif yang mestinya menjadi tulang punggung pembangunan.
Epidemiolog tersebut mengimbau masyarakat tidak takut melakukan tes HIV, karena pengobatan dapat lebih efektif bila dilakukan sejak dini.
“Kalau sudah positif HIV, jangan takut, jangan malu. Segera berobat. Hak mereka sama seperti kita. Tidak ada orang yang mau jadi penderita HIV. Banyak yang terjebak karena lingkungan dan pergaulan berisiko,” kata Jamil.
Ia menekankan pentingnya menghentikan perilaku berisiko, seperti hubungan seks tidak aman, penggunaan jarum suntik bersama, dan pengaruh lingkungan negatif.
Pesan untuk Remaja: Waspadai Fenomena ‘Sugar Daddy’
Khusus bagi remaja dan mahasiswa, Jamil mengingatkan agar tidak terjerumus dalam fenomena “sugar daddy” atau menjadi “kucing/ayam kampus” yang kini marak di kalangan anak muda.
Beberapa pesan moral yang disampaikan, antara lain: Waspadai red flag: Jangan mudah percaya pada seseorang yang terlalu baik dan sering memberi hadiah.
Hargai diri sendiri: Jangan menukar harga diri dengan uang atau fasilitas.
Fokus pada cita-cita: Kejar tujuan akademis dan karier yang positif.
 Dekat dengan keluarga: Orang tua menyayangi tanpa pamrih.
Uang bukan segalanya: Jangan gadaikan nilai diri demi kesenangan sesaat.
Cari bantuan jika terjebak: Bicaralah dengan guru, orang tua, atau konselor. Dapatkan informasi dari sumber terpercaya.
“Remaja kita berharga dan punya potensi. Jangan biarkan orang lain menentukan nilai dirimu. Fokus pada masa depanmu sendiri,” pesannya.
Melalui kegiatan tersebut, Sahas Inisiatif bersama UNICEF berharap semakin banyak masyarakat Aceh yang berani melakukan tes HIV dan tidak mendiskriminasi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Edukasi yang tepat diharapkan mampu menekan angka penularan dan menghapus stigma sosial.
“Yang terlihat baru 365 kasus per tahun, tapi bisa jadi yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak. Kita berharap masyarakat lebih terbuka dan mau peduli, karena pencegahan lebih mudah daripada pengobatan,” tutup Jamil.



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 