Banda Aceh, Infoaceh.net – Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) menilai proses penyerahan dan pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2026 antara Pemerintah Aceh dan DPRA berlangsung tidak lazim serta berpotensi mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.
Koordinator MaTA, Alfian, mengatakan bahwa pembahasan KUA-PPAS yang dilakukan hanya dalam waktu dua hari sangat tidak wajar untuk sebuah dokumen strategis yang menentukan arah pembangunan Aceh selama satu tahun anggaran.
“Kalau dokumen sebesar KUA-PPAS diserahkan hari Rabu dan langsung dijadwalkan paripurna dua hari kemudian, itu jelas tidak normal. Ini bukan dokumen yang bisa dibaca sekilas, apalagi dibahas serius dalam waktu dua hari. Pertanyaannya, apa mungkin dua hari selesai dibahas dan melahirkan RAPBA yang berkualitas?” ujar Alfian, Kamis (13/11/2025).
Ia menjelaskan, dalam praktik yang lazim, penyerahan KUA-PPAS dilakukan secara resmi melalui rapat paripurna terbuka DPR Aceh.
Dalam forum itu, Pemerintah Aceh biasanya menyampaikan tema pembangunan tahun berikutnya, target pendapatan dan belanja, sasaran prioritas, serta fokus pada isu strategis seperti penurunan kemiskinan dan peningkatan layanan dasar.
“Jadi bukan diserahkan diam-diam di ruang tertutup. Paripurna itu forum resmi dan terbuka agar publik tahu arah pembangunan daerah ke depan seperti apa,” tegasnya.
MaTA menilai proses yang berlangsung tertutup dan super cepat menimbulkan dugaan bahwa pembahasan telah dilakukan secara informal di luar mekanisme resmi yang semestinya transparan.
“Kita tidak menolak percepatan, tapi percepatan jangan sampai mengorbankan kualitas dan keterbukaan. Publik berhak tahu bagaimana arah kebijakan anggaran disusun dan sejauh mana kepentingan masyarakat diakomodir,” tambahnya.
Menurut Alfian, KUA-PPAS merupakan dokumen strategis yang menjadi dasar penyusunan RAPBA, sehingga harus dibahas secara mendalam oleh komisi-komisi dan Badan Anggaran DPRA.
“Kalau prosesnya hanya formalitas dua hari, sulit diharapkan RAPBA yang dihasilkan nanti bisa menjawab persoalan pembangunan, kemiskinan, atau pelayanan publik,” ujarnya.
MaTA mendesak DPRA dan Pemerintah Aceh untuk membuka dokumen KUA-PPAS 2026 ke publik serta memberikan waktu yang wajar bagi pembahasan substantif.
“Jangan hanya mengejar ketepatan waktu pengesahan, tapi abaikan kualitas anggaran. Kalau pembahasannya kejar tayang, APBA nanti hanya jadi angka-angka tanpa arah dan jelas merugikan rakyat Aceh,” tutur Alfian.
Ia menegaskan, komitmen membangun Aceh menuju kesejahteraan harus diwujudkan melalui tata kelola anggaran yang bersih, terbuka, dan berpihak pada masyarakat.
“Anggaran Aceh jangan dijadikan bancakan para elit. Itu tidak mencerminkan perubahan yang selama ini dijanjikan,” pungkasnya.



