Malang, Infoaceh.net – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB) menggelar malam penganugerahan Prominent Award untuk 20 alumni dan 9 pegawai pada Jumat malam, 7 November 2025.
Namun acara yang semestinya menjadi momentum penghormatan itu berubah kontroversial setelah penghargaan untuk almarhum pejuang HAM Munir Said Thalib dikembalikan pihak keluarga.
Munir, alumni FHUB angkatan 1985, menerima penghargaan kategori penguatan masyarakat sipil sebagai pembela HAM. Sertifikat penghargaan tersebut terdaftar dengan Nomor: 09008/UN10.F010/B/KM/2025. Bersama Munir, tiga alumni lain juga menerima apresiasi sejenis: jurnalis senior Don Bosco Selamun (1987), aktivis pembela hak masyarakat Dedi Prihambudi (1987), dan penggerak digitalisasi ekonomi Agus Sugiarto (1983).
Namun keluarga Munir melalui Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menolak penghargaan itu. Suciwati, istri almarhum Munir, mengembalikan sertifikat beserta dua lembar surat keberatan pada 16 November 2025 kepada Dekan FHUB Aan Eko Widiarto. Surat tersebut ditandatangani Sekjen KASUM, Bivitri Susanti.
“Saat ini penghargaan dan suratnya kami kembalikan kepada Fakultas Hukum UB lewat Ali Safa’at,” kata Suciwati, Senin sore, 17 November 2025.
Dalam surat keberatan itu, KASUM menyampaikan terima kasih atas niat kampus menghormati kontribusi Munir. Namun penghargaan tidak bisa diterima karena terdapat penerima lain yang memiliki rekam jejak bertentangan dengan nilai perjuangan HAM. Beberapa di antaranya berasal dari institusi seperti Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Kompolnas, hingga Ombudsman RI—lembaga yang dinilai memiliki catatan buruk dan turut berkontribusi pada mandeknya penuntasan kasus pembunuhan Munir serta stagnasi agenda HAM.
“Kami menegaskan bahwa penghargaan atas nama Munir harus berbasis integritas moral, keberpihakan pada korban, dan konsistensi perjuangan HAM,” tulis Bivitri. “Memberikan penghargaan yang sama kepada pihak-pihak dengan rekam jejak yang dipertanyakan justru mencederai makna penghargaan dan berpotensi melecehkan warisan moral Munir.”
KASUM mendorong FHUB melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme serta kriteria penilaian agar tidak bertentangan dengan prinsip penegakan HAM.
Dekan FHUB Aan Eko Widiarto saat dikonfirmasi mengaku belum menerima informasi resmi mengenai pengembalian penghargaan tersebut. Ia menegaskan bahwa penghargaan itu diberikan kepada Munir sebagai figur publik yang mewakili perjuangan bagi masyarakat luas.
“Cak Munir adalah milik publik, bukan milik individu, sebagaimana beliau dulu berjuang untuk publik. Jangan mengecilkan beliau menjadi milik individu sehingga seolah-olah Cak Munir anti-sosial dan tidak mau menerima kampusnya sendiri,” kata Aan.
Menurut Aan, Munir tetap menjadi panutan bagi alumni FHUB dan seluruh warga bangsa dalam memperjuangkan hak asasi manusia.



