Banda Aceh, Infoaceh.net – Pemerintah Kota Banda Aceh berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh menggelar Maulid Raya Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah di Lapangan Blang Padang, Senin pagi (24/11/2025).
Perayaan maulid berskala besar ini kembali menjadi momentum penting dalam menjaga tradisi, merawat identitas budaya, serta memperkuat nilai-nilai keislaman di Tanah Rencong.
Acara dibuka dengan Parade Hidang Maulid yang diikuti 9 kecamatan serta Lomba Hidangan Maulid dari 90 gampong di Kota Banda Aceh.
Parade tradisi ini menampilkan beragam ornamen budaya, hidangan khas dan kekompakan peserta.
“Hidang-hidang ini akan dinilai dari tampilan, kekompakan, keseragaman pakaian, hingga kreativitas ornamen budaya,” ujar Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, dalam sambutannya.
Tradisi sebagai Identitas Aceh
Illiza menegaskan kegiatan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai lomba seremonial, tetapi menjadi bagian dari komitmen Pemerintah Kota untuk merawat budaya Aceh yang diwariskan secara turun-temurun.
“Ini upaya menjaga identitas budaya Aceh. Pemerintah Kota berkomitmen memperkuat pembangunan berbasis budaya dan syariat sebagai karakter Banda Aceh—kota yang religius dan berakar pada kearifan lokal,” ujarnya.
Ribuan masyarakat memenuhi Lapangan Blang Padang meski gerimis sempat turun menjelang siang. Antusiasme terlihat semakin besar karena hadirnya penceramah tamu, Ustaz Derry Sulaiman, pendakwah yang juga dikenal sebagai musisi dan pelukis.
Festival Gayain, Napas Baru bagi Tradisi Aceh
Tahun ini, Maulid Raya dirangkai dengan kegiatan Festival Gayain (Gerakan Kebudayaan Indonesia) yang menjadi ajang kolaborasi budaya dan kreativitas masyarakat. Acara maulid sekaligus menjadi pembuka festival tersebut.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Illiza dan Wakil Wali Kota Afdhal Khalilullah menyerahkan santunan kepada 250 anak yatim, sebagai pembuka rangkaian acara.
Menurut Illiza, maulid bagi masyarakat Aceh bukan sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga simbol identitas budaya.
“Zikir, selawat, liké, hingga idang-idang maulid adalah ekspresi cinta kepada Rasulullah SAW yang menyatu dengan budaya gotong royong dan rasa syukur masyarakat Aceh,” katanya.
Ia menambahkan Parade Idang Meulapeh dan Lomba Hidangan Maulid adalah bentuk pelestarian tradisi sekaligus media memperkuat persatuan.
“Di dalamnya ada nilai kekompakan, kreativitas, dan persatuan.”
Festival Gayain disebut memberi napas baru bagi budaya Aceh. “Tradisi adalah amanah, bukan sekadar peninggalan masa lalu. Kita harus terus menghidupkannya agar generasi muda tidak tercerabut dari akar budayanya.”
Illiza menegaskan, sebagai Kota Kolaborasi, Banda Aceh akan terus membuka ruang bagi budaya, agama, dan komunitas untuk bergerak bersama merawat tradisi.
Wali kota mengajak masyarakat meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW sebagai cermin dalam kehidupan sehari-hari.
“Semoga peringatan maulid ini menjadikan kita semakin dekat dengan akhlak Rasul, semakin lembut hati, semakin kuat iman, dan semakin teguh merawat budaya yang kita warisi,” ujarnya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan tausiah dan doa bersama yang dipimpin oleh Ustaz Derry Sulaiman, sebelum ditutup dengan kenduri maulid yang menyajikan Idang Meulapeh dan Kuah Beulangong, dua hidangan tradisional khas Aceh.



