Banda Aceh, Infoaceh.net — Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB HUDA) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status banjir Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional.
Ketua PB HUDA, Dr Tgk H Anwar Usman yang akrab disapa Abiya Kuta Krueng mengatakan saat ini sudah sangat jelas laporan di lapangan menunjukkan parahnya kerusakan akibat banjir dan banyaknya warga Aceh yang meninggal dunia.
“Banyak warga meninggal akibat banjir dan begitu juga kerugian material yang tak terhitung banyaknya. Rumah-rumah banyak yang terendam lumpur sampai dua meter. Sementara warga yang meninggal juga banyak yang belum terjangkau. Di sisi lain, banyak warga dan desa-desa di Aceh yang masih terisolir akibat banjir,” ujar Abiya Kuta Krueng.
Data sementara dari Pemerintah Aceh bahwa korban bencana banjir dan longsor di Aceh terus bertambah dimana yang meninggal berdasarkan data sementara mencapai 173 jiwa dan terluka mencapai 1.838 jiwa dan 181 lainnya dinyatakan hilang. Ini belum lagi korban yang belum terlacak.
Sementara jumlah pengungsi mencapai 478.847 jiwa dan tersebar di 828 lokasi titik pengungsian.
Di sisi lain, tambah Abiya Kuta Krueng, warga Aceh secara umum juga diliputi kegelisah dan ketakutan karena BBM kian langka, kerusakan yang dihadapi PLN, gas/elpiji yang tidak bisa dijumpai lagi hingga harga Sembako yang semakin mahal.
Berdasarkan situasi dan keadaan krusial ini, Abiya Kuta Krueng mewakili ulama dayah di Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status “bencana nasional” untuk Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat karena akan sangat penting agar bisa membuka akses bantuan yang lebih terstruktur, seperti dukungan logistik, tenaga kesehatan, relawan nasional, hingga percepatan perbaikan sarana publik.
“Kami sangat berharap Presiden memperhatikan kondisi ini secara langsung. Banyak santri, guru, dan masyarakat kehilangan tempat tinggal, alat belajar, serta sumber kehidupan mereka,” ujar Pimpinan Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng ini.
Abiya Kuta Krueng menegaskan bahwa kerusakan-kerusakan yang menimpa institusi pendidikan Islam di Aceh seperti dayah juga bukan hanya kerugian fisik, tetapi juga mengancam keberlanjutan pendidikan Islam di Aceh. Sistem pendidikan Islam tradisional berbasis dayah yang menjadi identitas Aceh sangat bergantung pada fasilitas yang kini rusak berat.
“Situasi darurat juga terlihat di sejumlah titik pengungsian. Laporan tim kemanusiaan menyebutkan situasi krusial dimana pengungsi kekurangan bahan pokok seperti beras, susu bayi, selimut, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan fasilitas sanitasi. Lansia, anak-anak, disabilitas, dan ibu menyusui menjadi kelompok paling rentan,” terang Abiya Kuta Krueng.
Melihat kondisi tersebut, tambah Abiya, para ulama Aceh menyerukan langkah penting yaitu pentingnya tindakan strategis negara sesegera mungkin dan perwujudan solidaritas sosial rakyat Indonesia.
Dalam konteks Aceh yang pernah menghadapi bencana besar seperti tsunami 2004, Abiya menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak boleh menunda keputusan strategis ketika situasi sudah mendesak.
“Musibah ini merupakan ujian, tetapi penanganannya adalah amanah negara,” ujar Abiya Kuta Krueng lagi.
Abiya Kuta Krueng berharap keputusan cepat pemerintah dapat menyelamatkan warga terdampak sekaligus mempercepat pemulihan dari bencana ini.



