Bener Meriah, Infoaceh.net — Pasca banjir besar dan longsor melanda wilayah Aceh, masyarakat dataran tinggi tanah Gayo justru dihadapkan pada hantaman baru yang tak kalah menyakitkan, harga tiket pesawat antarwilayah di Aceh melonjak liar hingga mencapai Rp8 juta.
Di tengah rumah hancur, akses terputus, dan ribuan warga terjebak tanpa logistik memadai, kenaikan harga ini dirasakan sebagai pukulan tambahan yang membuat rakyat kian tersudut.
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Bener Meriah, Muhammad Dahlan, mengecam keras lonjakan harga tersebut yang dinilai tidak wajar dan sangat tidak etis di tengah situasi bencana.
“Ini sudah di luar nalar. Bagaimana mungkin tiket pesawat antar Kabupaten dalam Provinsi Aceh bisa tembus Rp 8 juta. Di saat rakyat berjuang menyelamatkan diri, ada oknum yang tega mengais untung. Ini menyakitkan dan tidak manusiawi,” tegas Dahlan dalam keterangannya, Kamis (4/12/2025).
Ribuan warga Bener Meriah dan Aceh Tengah masih terkurung dalam kondisi lumpuh total.
Wilayah terisolir, warga tidak punya pilihan selain terbang.
Longsor menutup jalur utama, listrik padam, dan jaringan komunikasi mati di seluruh titik. Warga tidak memiliki opsi transportasi lain selain jalur udara.
Sebagian besar jalur darat menuju Bireuen, Aceh Utara, maupun pesisir Timur Barat hancur atau tidak mungkin dilalui, membuat perjalanan evakuasi darat setara dengan mempertaruhkan nyawa.
“Masyarakat Bener Meriah dan Aceh Tengah kini sepenuhnya bergantung pada pesawat dari Bandara Rembele. Mau tak mau, jalur udara adalah satu-satunya jalan keluar,” ujar Dahlan.
Yang diharapkan masyarakat adalah prioritas kemanusiaan, entah dalam bentuk penurunan tarif darurat atau minimal harga wajar dan stabil.
Namun yang terjadi justru sebaliknya Harga tiket naik drastis hingga level yang tak masuk akal.
Dahlan menilai kondisi ini menunjukkan kurangnya empati dari maskapai maupun pihak yang terlibat dalam pengaturan harga.
YARA mendesak Kementerian Perhubungan RI dan Ditjen Perhubungan Udara untuk segera menyelidiki lonjakan harga yang patut diduga bukan sekadar kenaikan normal.
Karena dalam situasi bencana, tarif harus mengedepankan kemanusiaan, bukan keuntungan sepihak.
“Jika ada pihak yang memainkan harga di tengah bencana, itu harus ditindak tegas. Tidak boleh ada yang memperdagangkan penderitaan rakyat,” tegas Dahlan.
Di wilayah bencana, warga sedang menghadapi dua tekanan sekaligus.
Bencana alam besar yang merusak rumah, akses, fasilitas publik, Insfratruktur dan seluruh sektor ekonomi.
Harga tiket pesawat yang melambung hingga tak lagi terjangkau.
Kedua situasi ini menciptakan luka baru perasaan seolah dibiarkan berjuang sendirian justru ketika mereka membutuhkan negara hadir paling depan.
Harapannya, di tengah kondisi terkini di lapangan sangat memperhatikan, Negara harus hadir mengembalikan harga ke Level Rasional.
Masyarakat kini menunggu langkah cepat pemerintah yang mana dapat menormalisasi harga tiket pesawat serta mengawasi maskapai agar tidak memainkan tarif. Dan menjamin mobilitas udara bagi warga yang harus dievakuasi atau membutuhkan pertolongan penanganan medis melalui jalur udara.
Dalam kondisi darurat, setiap menit sangat berarti, dan harga tiket yang tidak manusiawi hanya akan memperlambat upaya penyelamatan dalam kondisi bencana di wilayah terisolir.



