Jakarta, Infoaceh.net — Ketua Umum Persaudaraan Aceh Seranto (PAS), Akhyar Kamil, resmi melaporkan pemilik akun TikTok @widia.dagelan.pol0 ke Bareskrim Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), Senin (22/12/2025).
Laporan tersebut terkait dugaan penghinaan terhadap Aceh yang dinilai melukai marwah dan kehormatan masyarakat Aceh.
Langkah hukum ini, menurut Akhyar, merupakan bentuk pembelaan terhadap martabat Aceh sekaligus tanggung jawab moral PAS kepada masyarakat Aceh di seluruh Indonesia.
“Ini bukan soal pribadi atau sensasi. Ini soal marwah, kehormatan, dan harga diri Aceh yang tidak boleh direndahkan di ruang publik,” tegas Akhyar Kamil.
Dalam pelaporan tersebut, Akhyar Kamil didampingi oleh 16 pengacara yang tergabung dalam Tim Advokasi Persaudaraan Aceh Seranto.
Pendampingan hukum ini didasarkan pada surat kuasa khusus yang memberikan kewenangan penuh kepada tim advokat untuk melakukan seluruh proses hukum, mulai dari pembuatan laporan hingga pendampingan pada tahapan pemeriksaan selanjutnya.
Akhyar menegaskan, Aceh memiliki sejarah panjang dan kontribusi besar bagi Republik Indonesia. Karena itu, setiap bentuk narasi, ujaran, maupun konten yang bernuansa penghinaan terhadap Aceh harus disikapi secara serius melalui jalur hukum.
“Ini penting agar menjadi pembelajaran bersama, sekaligus mencegah peristiwa serupa terulang di masa mendatang,” ujarnya.
PAS berharap proses hukum terhadap laporan tersebut dapat berjalan secara objektif, adil, dan transparan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Akhyar juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk saling menghormati keberagaman daerah, budaya, dan sejarah sebagai fondasi persatuan nasional.
“Kita hidup dalam keberagaman. Etika, adab, dan nilai kebhinekaan harus dijaga dalam setiap ruang komunikasi publik,” katanya.
Pengacara senior J. Kamal Farza, SH MH yang turut mendampingi pelaporan, menegaskan hukum nasional maupun internasional sangat menjunjung tinggi perlindungan martabat manusia dan etnis.
“Tidak boleh ada satu etnis yang merendahkan etnis lainnya. Perlindungan terhadap kelompok etnis dijamin dalam hukum Indonesia dan hukum internasional,” tegas Kamal.
Ia bahkan menegaskan secara khusus terkait Aceh. “Apalagi Aceh, jangan coba-coba,” ujarnya, sembari mengutip pepatah Aceh, ‘Ureung Aceh meutaloe wareh, gaseh meugaseh bila meubila’.
Anggota tim advokasi lainnya, M. Basyir Ahmad SH MH menyayangkan munculnya dugaan konten bernuansa kebencian di saat masyarakat Aceh tengah menghadapi musibah.
“Di saat warga Aceh sedang berduka dan tertimpa bencana, seharusnya muncul empati, bukan ujaran kebencian. Biarlah hukum yang menertibkan orang-orang seperti itu,” ujarnya.
Menurutnya, proses hukum ini harus menjadi peringatan bagi siapa pun agar lebih bijak dalam bermedia sosial dan tidak menebar kebencian.



