Banda Aceh, Infoaceh.net — Pengurus Daerah (PD) Satuan Relawan Indonesia Raya (SATRIA) Aceh mengimbau masyarakat agar lebih cerdas dan bijak dalam menyikapi maraknya video serta konten hoaks bernarasi bohong yang beredar luas di media sosial pascabencana banjir bandang dan longsor di Aceh.
Konten-konten menyesatkan tersebut dinilai berpotensi memperkeruh suasana duka, memicu keresahan publik, serta merusak persatuan sosial di tengah proses pemulihan dan kerja-kerja kemanusiaan yang masih berlangsung.
Sekretaris PD SATRIA Aceh, Mahfudz Y. Loethan, mengatakan, dalam beberapa hari terakhir beredar sejumlah konten yang diduga kuat merupakan hasil rekayasa, termasuk yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dan sengaja dibuat untuk membentuk opini negatif di tengah masyarakat.
“Ada video yang direkayasa seakan-akan terjadi konflik antara TNI dan Polri di lapangan, seolah truk bantuan ditahan lalu TNI datang memarahi oknum Polri. Ini tidak benar dan sangat berbahaya karena membangun persepsi keliru di masyarakat,” ujar Mahfudz, Senin (29/12/2025).
Selain itu, ia juga menyinggung beredarnya narasi palsu lain berupa konten rekayasa AI yang menyebut seolah-olah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan voting atau intervensi khusus terkait penanganan banjir di Aceh.
Menurutnya, informasi tersebut sama sekali tidak berdasar dan menyesatkan publik.
“Ini contoh nyata bagaimana teknologi AI disalahgunakan. Ada narasi seakan-akan PBB melakukan voting soal Aceh, padahal itu tidak pernah ada. Informasi seperti ini bisa memicu kegaduhan, kecurigaan, bahkan merusak kepercayaan publik,” tegasnya.
Mahfudz menilai, di tengah situasi duka dan fokus pada pemulihan korban, masyarakat justru dihadapkan pada banjir informasi sesat yang diproduksi demi sensasi, viralitas dan keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan.
Ia menekankan pentingnya nilai tabayyun dalam menyikapi setiap informasi, terutama di era digital yang memungkinkan manipulasi visual, suara, dan narasi dilakukan dengan sangat mudah.
“Dalam ajaran agama kita diajarkan untuk bertabayyun, memastikan kebenaran sebelum mempercayai dan menyebarkan informasi. Jangan sampai jari kita justru memperpanjang penderitaan dengan menyebarkan kabar yang belum jelas sumber dan faktanya,” katanya.
Menurut Mahfudz, dampak negatif hoaks sangat luas, mulai dari memicu kepanikan, menumbuhkan prasangka, memperbesar ketegangan sosial, mengganggu distribusi bantuan, hingga menurunkan semangat relawan dan petugas di lapangan.
Ia juga mengajak masyarakat Aceh untuk saling menjaga persatuan serta tidak membuka ruang bagi oknum konten kreator yang memanfaatkan situasi bencana demi kepentingan pribadi.
“Jangan langsung di-share. Kita sedang berduka. Jangan membuka jalan bagi konten sesat yang hanya mengejar viral. Yang kita butuhkan hari ini adalah suasana sejuk, empati, dan kebersamaan,” ujarnya.
Lebih lanjut Mahfudz mengimbau masyarakat agar tetap percaya kepada pemerintah dan seluruh unsur terkait yang saat ini sedang bekerja secara bertahap dalam menangani dampak bencana.
“Percayakan kepada pemerintah dan aparat yang sedang bekerja. Prosesnya memang tidak instan, tetapi akan jauh lebih cepat jika suasana tetap kondusif dan dilandasi saling percaya,” katanya.
Ia menegaskan di era digital, tabayyun bukan hanya kewajiban moral dan agama, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk menjaga stabilitas dan kedamaian di tengah masyarakat.
“Jika informasi belum jelas, lebih baik ditahan daripada disebarkan. Diam yang menenangkan jauh lebih bermanfaat daripada viral yang menyesatkan,” pungkasnya.



