Banda Aceh, Infoaceh.net – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menegaskan komitmennya menjaga marwah dan integritas institusi dengan menindak tegas oknum pegawai Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan norma etika berupa perbuatan tidak pantas (kumpul kebo), sebagaimana sempat viral di media sosial.
Menindaklanjuti laporan masyarakat, Kejati Aceh telah melakukan inspeksi kasus serta pemeriksaan intensif terhadap pihak-pihak terkait.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, institusi memastikan langkah penegakan disiplin dilakukan secara objektif dan profesional sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada publik.
Berdasarkan hasil investigasi internal, Kejati Aceh menyampaikan sejumlah klarifikasi penting atas informasi yang beredar di masyarakat.
Pertama, pada saat warga Gampong Kuta, Kecamatan Lhoksukon, mendatangi mess Kejari Aceh Utara pada Kamis dini hari, 25 Desember 2025, tidak ditemukan adanya aktivitas pesta minuman keras sebagaimana yang ramai diberitakan.
Di dalam ruangan mess tersebut terdapat tiga orang, yakni Fachrul Rozi A.Md (pegawai Kejari Aceh Utara), AP (tenaga PPNPN), serta seorang perempuan berinisial NS.
Fakta di lapangan menunjukkan ketiganya berada bersama dalam satu ruangan, bukan berdua-duaan, sehingga narasi mengenai perbuatan asusila atau mesum tidak terbukti secara faktual di lokasi kejadian.
Kedua, terkait ditemukannya satu botol minuman keras merek Iceland Vodka, Kejati Aceh menjelaskan bahwa barang tersebut ditemukan tersimpan di dalam lemari dan tidak sedang dikonsumsi saat kejadian.
Botol tersebut diakui sebagai konsumsi pribadi terlapor.
Selain itu, turut ditemukan satu pucuk senjata jenis airsoft gun. Hasil pemeriksaan memastikan bahwa barang tersebut diambil secara tidak sah dari ruang Seksi Intelijen Kejari Aceh Utara pada tahun 2023 tanpa melalui prosedur yang benar.
Sebagai bentuk komitmen terhadap penegakan disiplin dan etika aparatur, Kejati Aceh telah mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin terhadap terlapor kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, terhadap AP yang berstatus sebagai tenaga pengamanan PPNPN, Kejati Aceh telah mengambil langkah tegas dengan mengembalikannya kepada pihak penyedia jasa (outsourcing) untuk dilakukan pemutusan kontrak kerja.
Langkah ini diambil karena yang bersangkutan dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengamanan mess dinas.
Permohonan Maaf dan Komitmen Moral Institusi
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Yudi Triadi SH MH menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Aceh atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat perbuatan oknum tersebut.
“Institusi Kejaksaan bukan sekadar kantor pencari keadilan, melainkan rumah bagi nilai-nilai moralitas. Kami menyadari bahwa kepercayaan masyarakat adalah nafas bagi kerja-kerja kami,” ujar Yudi Triadi.
Ia menegaskan tindakan tegas yang diambil bukan semata hukuman administratif, melainkan pesan kuat bahwa Kejaksaan tidak mentolerir perilaku yang mencederai nilai-nilai syariat, adat dan integritas di Aceh.
“Tidak ada tempat bagi siapa pun yang mencederai nilai-nilai syariat dan kehormatan institusi Adhyaksa di Tanah Serambi Mekkah,” tegasnya.
Yudi menambahkan, Kejati Aceh senantiasa terbuka terhadap kritik, masukan, dan pengawasan masyarakat.
“Kami lebih memilih memotong bagian yang sakit demi menyelamatkan tubuh institusi secara keseluruhan. Dukungan masyarakat adalah energi bagi kami untuk terus berbenah. Menjaga marwah Adhyaksa berarti menjaga kehormatan rakyat Aceh,” tambahnya.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Daerah Patriot Bela Nusantara (DPD PBN) Aceh mengecam keras dugaan perilaku tidak bermoral oknum aparatur di lingkungan Kejari Aceh Utara. Organisasi tersebut menilai dugaan kumpul kebo dan pesta minuman keras di mess dinas sebagai tindakan yang mencederai nilai agama dan kearifan lokal Aceh.
Ketua DPD PBN Aceh, Drs. M. Isa Alima, menyatakan peristiwa tersebut sangat melukai rasa keadilan masyarakat, khususnya di tengah kondisi Aceh Utara yang sedang berduka akibat bencana banjir bandang dan longsor.
“Ini perbuatan yang sangat tidak bermoral dan mencoreng wajah Aceh. Di saat rakyat berjuang memulihkan diri dari bencana, justru muncul dugaan pesta maksiat di fasilitas negara,” tegas Isa Alima, Senin (29/12).
Ia menegaskan mess dinas merupakan aset negara yang harus dijaga kehormatannya, bukan disalahgunakan untuk aktivitas yang bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat Aceh.
DPD PBN Aceh juga mendesak agar proses penanganan kasus dilakukan secara terbuka, profesional dan tanpa tebang pilih.
“Jika terbukti bersalah, pelaku harus diberikan sanksi setimpal. Hukum harus ditegakkan tanpa kompromi,” ujarnya.
Sebagai penutup, Isa Alima bersama keluarga besar DPD PBN Aceh menyampaikan solidaritas kepada masyarakat Aceh Utara yang terdampak bencana serta menyatakan komitmen untuk terus mengawal persoalan ini hingga tuntas demi menjaga marwah Aceh, kehormatan hukum dan kepercayaan publik.



