Banda Aceh — Kepolisian Daerah Aceh melalui Unit 1 Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda melakukan penahanan terhadap AD, yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan pada pengadaan sertifikasi aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Sub Divre 1.I Aceh di Kabupaten Aceh Timur.
Hal tersebut disampaikan Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada melalui Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta didampingi Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy, dalam keterangannya, Selasa (16/02/2021) di Mapolda Aceh.
Lebih lanjut disampaikan Margiyanta, tersangka AD ditahan karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan pada pensertifikatan aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Sub Divre 1.I Aceh.
“Sekarang ini AD sudah ditahan di rumah tahanan Mapolda Aceh untuk menjalani pemeriksaan,” ucapnya.
Adapun modus yang digunakan tersangka adalah dengan cara melakukan mark-up harga pembuatan sertifikat aset PT KAI di wilayah Aceh Timur pada Tahun 2019 dengan total anggaran sebesar Rp 8,2 miliar.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh diketahui bahwa kerugian negara mencapai Rp6,5 miliar.
“Dari hasil audit yang dilakukan oleh BPKP Aceh diketahui bahwa, akibat ulah tersangka negara mengalami kerugian sebesar Rp 6,5 miliar,” ucapnya lagi.
“Kepada tersangka diterapkan pasal 2 ayat 1, pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo 64 ke 1 KUHP,” pungkasnya.
Selain AD, penyidik Polda Aceh juga sudah menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus serupa. Kini, keempat tersangka tersebut sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh. Mereka adalah Iman Ouden, Saefuddin, Robi Irawan, dan Muhammad Aman Prayoga.
Dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal dari penyelidikan Polda Aceh sejak 2019 atas pelaksanaan kegiatan pengadaan sertifikasi tanah milik PT KAI Sub Divre I Aceh di Aceh Timur, mulai dari Birem Bayeun hingga Madat.
Sertifikasi aset meliputi 301 bidang tanah dengan kontrak Rp8,2 miliar. Dalam pelaksanaan pekerjaan mulai dari perencanaan hingga program pembuatan sertifikat diduga terjadi penggelembungan harga.(IA)