BANDA ACEH — Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pimpinan dan anggota DPRA, Selasa (26/10).
Pemeriksaan berlangsung di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Jalan T. Panglima Nyak Makam Banda Aceh.
Pimpinan DPRA aktif yang hadir dalam pemeriksaan, yaitu Wakil Ketua I Dalimi (Demokrat), Wakil Ketua II Hendra Budian (Golkar), mantan pimpinan DPRA 2014-2019 yaitu Wakil Ketua II Sulaiman Abda (Golkar) dan Wakil Ketua III Teuku Irwan Djohan (Nasdem).
Kemudian Ketua Fraksi PPP DPRA Ihsanuddin MZ juga memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, mantan Ketua Komisi IV DPRA 2014-2019 Tgk Anwar Ramli (Partai Aceh), serta Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRA Suhaimi.
Sebelumnya, Jubir KPK Ali Fikri mengaku, telah menyampaikan adanya pemanggilan sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dan klarifikasi terhadap penyelidikan yang sedang berjalan.
Berdasarkan surat panggilan dari KPK, para pimpinan anggota DPRA itu dimintai keterangannya mengenai pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh, hingga terkait pengadaan Kapal Aceh Hebat 1,2 dan 3.
Wakil Ketua II DPRA Hendra Budian mengaku, membawa sejumlah dokumen yang diminta KPK, mulai dari berkas pengadaan barang dan jasa hingga cetak (print out) rekening pribadi.
“Iya ini semua dokumen yang diminta kita bawa semua,” katanya, melansir Antara.
Sebelum memasuki gedung BPKP, Teuku Irwan Djohan mengaku, membawa seluruh dokumen yang dimintai KPK. Ia juga bersedia memberikan fakta sebenarnya kepada penyelidik lembaga anti rasuah tersebut.
“Saya siap bantu tugas KPK, saya siap berikan keterangan sesuai fakta yang saya ingat dan yang saya tahu, saya akan terbuka apa adanya tanpa ada yang ditutup-tutupi,” jelasnya.
Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Teuku Irwan Djohan mengaku dicecar pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seputar pengadaan Kapal Aceh Hebat.
Dia menyebut penyidik KPK menanyakan sekitar 50 pertanyaan, mulai dari proses usulan eksekutif soal Kapal Aceh Hebat yang mulanya direncanakan hanya dua unit, hingga pada proses pembahasannya kenapa menjadi tiga unit. Kemudian pertanyaan berlanjut ke MoU penetapan pembiayaan Kapal Aceh Hebat.
“Kalau proses pelelangan dan pembangunan kapalnya, kita tidak ditanya. Kalaupun ditanya, kita tidak tahu jawabannya apa,” kata Teuku Irwan Djohan di gedung Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Selasa (26/10).
Irwan juga mengaku, penyidik KPK sempat menanyakan apakah dia mengenal dua orang yang bernama Sayid di lingkungan Pemerintah Aceh.
“Ada dua nama Sayed ditanya. Tapi saya dua-dua tidak kenal. Ada Sayid Azhari dan Sayid Anwar Fuadi, saya enggak kenal,” ujarnya.
Dia juga dicecar pertanyaan seputar proses dan kondisi politik yang terjadi pada 2018 di Aceh. Misalnya, beber Irwan, soal keharmonisan eksekutif dan legislatif pada saat itu.
Sementara itu, sejumlah berkas yang diminta penyidik KPK untuk dibawa Irwan Djohan saat pemerintahan, diambil sebagian oleh penyidik.
“Yang diambil beberapa SK, sama rekening bank ya. Semua itu diambil, tapi kalau yang sama dengan yang lain itu dikembalikan, karena kata mereka sudah cukup,” ujarnya.
Selain Irwan, mantan Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, juga dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Namun Sulaiman Abda irit bicara terkait pemeriksaan itu.
“KPK sangat-sangat kooperatif untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan kami. Apa yang kami sanggup jawab, kami jawab. Kalau kami nggak tahu, kami bilang nggak tahu. Tapi, KPK sangat kooperatif,” katanya berlalu pergi usai diperiksa sekitar 6 jam.
Kemudian, ada anggota DPRA aktif yang dimintai keterangan KPK yakni Ihsanuddin MZ (ketua Fraksi PPP di DPRA) dan Dalimi (Wakil Ketua I DPRA dari Fraksi Demokrat). Namun keduanya juga bungkam saat ditanya wartawan terkait pemeriksaan yang mereka jalani. (IA)